MENYEMPITNYA lahan pertanian menjadi salah satu faktor mengapa Kaltim hingga kini belum juga mampu memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Akibatnya, program swasembada pangan yang dicanangkan dari tahun ke tahun seakan hanya menjadi sebuah rencana kerja.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kaltim Wisdianto menuturkan, selama ini pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota cenderung fokus pada program yang berbasis ke arah hulu pertanian.
Sementara program yang langsung mengarah ke hilir pertanian dirasakan sangat kurang. Akibatnya, program yang disalurkan pemerintah masih lebih banyak pada hasil produksi pertanian dibandingkan pengembangan pertanian.
“Ketika ada kepastian harga hasil pertanian, kemudian pemerintah memberikan ruang dan memfasilitasi pendistribusiannya, pasti rumah tangga petani akan meningkat. Petani pasti akan lebih bergairah lagi untuk bertani,” katanya, belum lama ini.
Regenerasi sumber daya manusia (SDM) pertanian yang dirasakan mengalami penurunan dari tahun ke tahun, bisa diatasi dengan cara memberikan jaminan jika hasil pertanian memiliki harga jual yang baik ketika akan dipasarkan.
“Apabila hasilnya sudah memberikan jaminan, terutama dari sisi harga, produksinya pun bagus, saya yakin ada banyak anak muda di Kaltim yang mau mengambil bagian dalam pengembangan pertanian. Pemuda pasti mau menjadi petani,” tuturnya.
Selama ini, dari sisi harga dan ketersediaan jaringan penjualan masih belum diberikan jaminan oleh pemerintah. Disadari atau tidak, hal itu memberikan stigma kepada anak muda, kalau usaha di bidang pertanian tidak memberikan sebuah jaminan.
“Kalau harganya jelas, pasarnya tersedia, pasti siapa pun berminat menjadi seorang petani. Sekarang tinggal bagaimana pemerintah membaca dan memberikan peluang itu kepada anak muda,” ujarnya.
Untuk suplai pangan beras yang belum mampu dipenuhi pemerintah, kata Wisdianto, pada dasarnya itu bisa dipenuhi jika kawasan pertanian di Kaltim dapat dikembangkan lagi. Setidaknya menjaga lahan-lahan sawit tidak berganti wajah menjadi permukiman, perumahan, atau lokasi tambang.
“Sekarang Kaltim memang masih kekurangan suplai beras 90 ribu ton per tahun. Tapi itu bisa dicapai dengan ekstensifikasi lahan. Kita membutuhkan perluasan lahan untuk mengembangkan pertanian,” sebutnya.
Dari sisi wilayah, Kaltim memiliki luas sekitar 12 juta hektare. Sebanyak 5 juta hektare di antaranya area penggunaan lain (APL). Sisanya masuk kawasan hutan. Pemanfaatannya bergantung regulasi dari pemerintah.
Dia pun berharap, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanandan (KLHK) melalui instansi terkait di setiap kabupaten/kota, bisa memberikan dukungan bagi pengembangan lahan pertanian. Utamanya melalui pemanfaatan hutan.
“Sepanjang lahan kehutanan dapat digunakan untuk menanam padi, jagung, atau mengembangkan ternak seperti sapi, ke depan Kaltim bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakat,” tandasnya. (*/drh/kri/k16)