Indonesia merdeka hampir 74 tahun. Namun, Kaltim belum memiliki pahlawan nasional. Nama Abdoel Moeis Hassan mencuat.
NOFIYATUL CHALIMAH, Samarinda
NAMA Abdoel Moeis Hassan mungkin dianggap familiar. Karena mirip dengan nama rumah sakit milik Pemkot Samarinda, RSUD IA Moeis. Namun, mereka adalah dua orang yang berbeda.
Abdoel Moeis Hassan telah diabadikan sebagai nama jalan di Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda. Termasuk akses pendekat Jembatan Mahulu itu juga diambil dari namanya. Nama yang kini tengah direkomendasikan sebagai pahlawan nasional itu adalah orang yang berorasi di tanah lapang yang kini dikenal sebagai Lapangan Kinibalu Samarinda pada 23 Januari 1950.
Lelaki yang mangkat pada 21 November 2005 tersebut, punya panggilan Muis Kecil di antara rekan sejawatnya. Dalam orasinya, Muis Kecil itu menuntut demokratisasi pemerintahan lokal dengan menghapus sistem feodalisme. Dia juga menjadi ketua Front Nasional sebuah gabungan organisasi politik yang keras menentang pendudukan Belanda.
Kiprahnya tak bermula dari orasi di lapangan yang kini tengah dibangun masjid tersebut. Tetapi, pada usia 16 tahun dengan mendirikan dan mengetuai Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) pada 1940.
Ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Moeis Hassan berusia 21 tahun. Di usia segitu, dia terlibat dalam Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI).
Gerakan politiknya konsisten menyokong perjuangan pemuda yang berkiprah di jalur fisik. Menolak bekerja sama dengan Pemerintah Belanda. Sebuah cabang partai lokal di Kaltim, Ikatan Nasional Indonesia (INI) juga didirikan Muis Kecil. Kiprah Muis Kecil tak bisa disepelekan untuk Kaltim dan Indonesia.
Hingga, perjuangan menjadikan Muis Kecil pahlawan nasional pun dideklarasikan sejak 23 Juli 2018 oleh Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari (Lasaloka-KSB). Kini, di 25 Juni 2019, sebuah seminar besar ditujukan untuk Muis Kecil.
“Beliau adalah tokoh nasional religius. Dibesarkan tokoh Syarikat Islam Samarinda. Selain ke dunia pergerakan, beliau banyak berkiprah di dunia pendidikan,” kata Wajidi sejarawan Kalimantan yang juga peneliti sejarah di Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kalimantan Selatan, dalam Seminar Nasional Kepahlawanan di aula Bankaltimtara di Samarinda, kemarin (25/6).
Dia mengungkapkan, Muis Kecil banyak belajar dan berkembang dengan AM Sangaji, seorang tokoh pemuda yang juga terlibat dalam Kongres Pemuda II. Mereka banyak bergerak di dunia pendidikan Bumi Etam melalui Neutrale School.
Maka dari itu, Slamet Diyono, akademisi sejarah dari Universitas Mulawarman Samarinda juga mengatakan pengusulan Abdoel Moeis Hassan sebagai pahlawan nasional, tidak perlu diragukan.
“Tidak berlebihan bila masyarakat Kaltim memperjuangkan tokoh yang banyak berjuang selama hidupnya. Juga melebihi tugas yang diemban,” imbuh Slamet dalam kesempatan yang sama.