Kasus Tewasnya Bocah di Kolam Bekas Tambang, Pemprov Salahkan Orangtua

- Rabu, 26 Juni 2019 | 12:55 WIB

SAMARINDA-Penjelasan soal tewasnya bocah di kolam tambang adalah kesalahan orangtua itu disampaikan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Wahyu Widhi Heranata kemarin (24/6). Ahmad Setiawan adalah bocah berusia 10 tahun yang tenggelam di kolam bekas tambang di konsesi milik PT Insani Bara Perkasa (IBP). Ahmad sekaligus menjadi korban ke-35 tewas di lubang bekas tambang.

 “Yang bikin anak siapa. Harusnya ‘kan diawasi karena masih di bawah umur,” ujar pria yang akrab dengan sapaan Didit itu. Setiap orangtua, lanjut pria penghobi olahraga sepeda itu menuturkan, berkewajiban mengawasi setiap pergerakan anak. Mulai kecil hingga akil balik. Dia mencontohkan dirinya. “Setelah akil balik, keluar dari pengawasan saya,” jelasnya.

Selain orangtua, yang bisa disalahkan dalam peristiwa meninggalnya anak di lubang tambang, yakni pemerintah. Dalam hal ini adalah yang mengeluarkan izin. Untuk diketahui, PT Insani Bara Perkasa (IBP) adalah pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Dan seyogianya, pengurusan PKP2B di bawah kendali Kementerian ESDM.

 “Kan pusat yang keluarkan, jadi pusat yang ambil kebijakan,” ungkapnya. Menurutnya, sesuai arahan menteri dan pimpinan daerah, setiap bulan Dinas ESDM Kaltim membuat edaran terkait arahan untuk pengawasan lahan tambang. “Itu terus diperbarui,” jelasnya.

Menurutnya, penanganan masalah juga harus lintas sektor. “Makanya saya ajak teman-teman ke sini, memotret sejelas-jelasnya,” tegasnya saat mendatangi kolam bekas tambang di Jalan Suryanata, Gang Saka, RT 16, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu kemarin.

Meski dianggapnya masalah klasik, keluhan minimnya petugas inspektorat pertambangan, yang kini jumlahnya hanya 38 orang, masih sangat kurang. Didit berjanji akan bersurat terkait masalah tersebut. Selain itu, anggaran pun juga tak bisa maksimal. Menurutnya, petugas inspektorat merupakan utusan dari pusat yang membantu mengawasi pertambangan di Kaltim.

Diungkapkan Didit, informasi yang masuk ke telinganya, PT IBP sudah pernah menutup lubang tambang di Gang Saka itu. Tapi dibuka lagi oleh masyarakat. “Kan polisi sudah datang. Nanti pasti mengerucut setelah investigasi,” ungkapnya.

Sementara itu, Deni Wibawa, koordinator inspektorat tambang Dinas ESDM Kaltim menjelaskan, sebenarnya yang harus bertanggung jawab adalah PT IBP. “Kewenangan Dinas ESDM ‘kan sebatas IUP (izin usaha pertambangan). Karena ini di bawah kendali pusat, seharusnya pusat juga menegur pemilik konsesi,” ungkapnya.

Lahan tersebut, lanjut Deni, belum diserahkan kembali ke pemerintah. “Memang masih sebatas backfill,” ungkapnya. Menurutnya, pemasangan pelang larangan untuk tidak beraktivitas di bekas lubang memang wajib. Selain itu, menugaskan orang untuk mengawasi langsung kawasan tersebut. “Metode pengamanannya tentu diserahkan ke perusahaan pemegang izin,” jelasnya.

Diungkapkan Deni, dua area yang disingkap, salah satunya kolam maut yang merenggut nyawa Ahmad Setiawan. Bahkan, kolam tersebut sudah ada sejak Maret 2019. “Kalau soal temuan galian baru, tidak tahu,” tegasnya.

Kedatangannya ke lokasi kejadian, bakal dituangkan dalam laporan dan dikirim ke pusat. “Nanti dirangkum lalu dikirim ke Kementerian ESDM. Semoga lebih cepat ditindaklanjuti,” harapnya. Investigasi, disebut Didit sudah dilakukan sejak awal.

Mendekati ujung pertemuan, Didit berucap, tidak ingin mencari siapa yang salah dan benar. “Itu ada di depan mata kita. Menangani masalah secara lintas sektoral, saya rasa bisa lebih baik,” pungkasnya.  Tewasnya Ahmad Setiawan di kolam bekas tambang memantik reaksi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Lembaga itu menduga ada unsur pembiaran yang dilakukan sejumlah pihak, termasuk aparat penegak hukum, pemerintah hingga perusahaan tambang. “Kami berduka,” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Minggu (23/6).

Menurut Beka, Komnas HAM pada 2016 lalu pernah melakukan investigasi dan menyusun laporan dugaan pelanggaran HAM dalam kasus tewasnya 22 orang akibat lubang tambang. Kesimpulannya telah terjadi pelanggaran HAM dan ada dugaan pembiaran secara berlarut-larut oleh lembaga negara. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. “Dan ada dugaan pembiaran kembali dalam kasus ini,” ungkap Deka.

Menurut dia, jika sejak awal ada ketegasan dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk menangani kasus ini, maka bocah seperti Ahmad tak akan menjadi korban kolam bekas tambang. “Seharusnya ini bisa dihindari,” terangnya.

Rekomendasi pun telah dibuat pada 2016 lalu. Ditujukan kepada gubernur Kaltim, Kapolda Kaltim, wali kota dan bupati, menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta korporasi tambang. Yang bertujuan agar tak ada lagi korban lubang tambang.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X