SAMARINDA - Tewasnya anak ke 35 di lubang tambang seakan kembali memperingatkan seluruh upaya dilakukan lembaga pemerintahan belum cukup. Termasuk DPRD Kaltim yang dianggap tak terusik dengan bencana tersebut.
"Kita juga bertanya-tanya, DPRD Kaltim ini sepertinya tidak terusik dengan kasus ini. Padahal ada sejumlah produk politik dihasilkan DPRD yang harus dilaksanakan Gubernur," ujar Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, Selasa (35/6/2019).
Rupang jelaskan produk politik yang dihasilkan DPRD Kaltim salah satunya yaitu Perda Reklamasi dan Pasca Tambang Tahun 2013.
"Itu (Perda Reklamasi dan Pasca Tambang) nol implementasi," jelasnya.
Korban anak ke 35 tewas di lubang tambang terjadi pada Sabtu (22/6/2019) lalu. Ketika itu Ahmad Setiawan usia 10 tahun tewas tenggelam di lubang yang berada di konsensi PT Insani Bara Perkasa.
Rupang mengatakan kondisi lingkungan Kaltim masih suram. Karena, lubang tambang digali perusahaan ditinggalkan begitu saja tanpa reklamasi.
"Faktanya kejadian anak tewas ke 35 di Lubang tambang ini. Dan, banjir semakin menjadi-jadi. Ini semua karena tidak ada proses reklamasi pasca tambang," ujarnya.
Selain itu, Perda terkait pelarangan perusahaan tambang menggunakan jalan umum juga tak dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim.
"Produk politik lainnya adalah rekomendasi Pansus Reklamasi dan Investigasi Korban Lubang Tambang dibentuk 2016 berakhir 2017 ketika marak tewasnya anak-anak di lubang tambang. Pansus itu bekerja. Rekomendasi dijalankan nggak oleh Gubernur. Buktinya nol. Sepertinya oleh Isran Noor, mereka mengabaikan sejumlah produk politik dihasilkan DPRD Kaltim," ujar Rupang.
Lebih lanjut, Jatam Kaltim menilai uang rakyat begitu besar membiayai Pansus tersebut untuk studi banding, observasi, rapat, perjalanan dinas dan meminta keterangan ahli, menjadi sia-sia.
"Maka itu kami mempertanyakan kembali DPRD Kaltim. Terkait mengenai pengawasan mereka. Bagaimana kebijakan Isran Noor itu justru tidak melindungi anak-anak di Kaltim, terus bagaimana kondisi lingkungan dan juga penanggulangan banjir," jelas Rupang.
"Maka sederhananya, kami menantang lah DPRD Kaltim menggunakan hak angketnya dan hak interpelasi. Memanggil Gubernur Kaltim. Mempertanyakan kinerja mereka, pertanggung jawaban mereka, pengawasan dan bagaimana memberi sanksi terhadap perusahaan tambang dan sejumlah agenda pemulihan lingkungan yang tak berjalan. Sementara, apakah 35 korban tewas ini belum cukup bagi Isran Noor dan Hadi Mulyadi," kata Rupang.