Perlu Yakinkan Pasar Sebelum B30

- Jumat, 21 Juni 2019 | 13:10 WIB

SAMARINDA-Mandatori pencampuran solar dengan 20 persen crude palm oil (CPO), atau dikenal dengan B20 merupakan kabar gembira bagi pengusaha kelapa sawit. Kebijakan tersebut merupakan harapan kemandirian bahan bakar di Indonesia. Lalu pada Januari 2020, mandatory B30 diterapkan pada kendaraan umum. Sebelum B30 harapannya ada kepastian pasar, perlu ada keyakinan pengguna kendaraan untuk menggunakan solar baluran CPO tersebut.

Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammad Sjah Djafar mengatakan, dulu B20 sempat dijalankan terbatas. Apalagi untuk sektor-sektor tertentu seperti usaha mikro, usaha perikanan, usaha pertanian, transportasi dan pelayanan umum. Sejak 1 September 2018 baru implementasi B20 bersifat mandatory dan dijalankan secara masif di semua sektor.
“Namun meskipun demikian kendala B20 masih banyak,” katanya Kamis (20/6).

Dia menjelaskan, untuk B20 selalu muncul tantangan-tantangan. Salah satunya adalah memastikan kelancaran pasokan, dan penyediaan Fatty Acid Methyl Esters (FAME) produk esterifikasi dari CPO sebagai bahan bakar campuran dengan solar. Banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah agar program B20 berjalan lancar. Sejak awal tahun ini, pemerintah memutuskan untuk menyederhanakan titik tujuan penyaluran FAME dari badan usaha bahan bakar nabati (BUBBN) kepada PT Pertamina (Persero) dari 112 titik menjadi 29 titik.

“Masalahnya belum selesai sampai situ, titik-titik pusat distribusi FAME ke Pertamina ternyata belum siap sepenuhnya. Masalah tak hanya soal distribusi, ternyata produksi dan permintaan untuk kegunaan FAME juga belum optimal,” ungkapnya.

Menurutnya, belum berjalan baiknya B20 saat ini, uji jalan B30 telah dilakukan dan ditargetkan rampung pada Oktober 2019. Lalu pada Januari 2020, mandatory B30 diterapkan pada kendaraan umum. Dtargetkan, B30 akan mendongkrak konsumsi domestik biodiesel dalam negeri pada 2025 akan meningkat hingga mencapai 6,9 juta kilo liter. Jumlah tersebut dua kali lipat dari konsumsi domestik biodiesel pada 2018 yang telah mencapai 3,8 juta kilo liter.

“Kita sebagai pengusaha tentunya mendukung hal itu, tapi di Kaltim saja kebanyakan masih menggantungkan bisnisnya pada ekspor CPO belum untuk membantu menyuplai B20,” tuturnya.

Dia menjelaskan, tak hanya di Kaltim sawit dan produk sawit masih menjadi salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia. Ekspor sawit selama 2018 juga tercatat meningkat meskipun harga rata-rata CPO di pasar global tak terlalu baik. Hal ini membuat para pengusaha Kaltim lebih memilih ekspor dibandingkan memenuhi kebutuhan domestik karena dianggap lebih menguntungkan.

“Karena itu kita mendukung pemerintah untuk memastikan ketersediaan bahan baku biodiesel mulai dari aturan DMO (domestic market obligation) hingga melakukan subsidi kepada pengusaha,” jelasnya.

Dia mengatakan, selain itu pengusaha juga membutuhkan kepastian pasar. Karenanya pelaku usaha berharap pemerintah harus dapat meyakinkan para pengguna kendaraan, untuk bersedia memakai bahan bakar nabati (B20). Hal itu agar mendukung program B20 hingga B30 tahun depan, agar bahan bakar nabati memiliki pasar yang jelas.

“Selain mengurangi ketergantungan ekspor minyak fosil, kejelasan pasar biodesel juga membuat para pengusaha bisa tertarik menyuplai untuk dalam negeri,” pungkasnya. (*/ctr)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB

Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit

Kamis, 18 April 2024 | 07:55 WIB

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB

Pasokan Gas Melon Ditambah 14,4 Juta Tabung

Selasa, 16 April 2024 | 17:25 WIB

Harga Emas Melonjak

Selasa, 16 April 2024 | 16:25 WIB
X