Sistem Zonasi PPDB, Menguras Pikiran dan Tenaga Orang Tua

- Kamis, 20 Juni 2019 | 23:22 WIB

PENDAFTARAN penerimaan peserta didik baru (PPDB) jalur zonasi jenjang SMPN maupun SMAN begitu menguras tenaga dan pikiran emak-emak. Terlebih bagi orang tua yang anaknya belum mendapatkan sekolah negeri.

SEPTINDA AYU PRAMITASARI, Surabaya

Susilowati masih bertahan menunggu berjam-jam di kantor Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya kemarin (19/6). Perempuan 36 tahun itu duduk di ruang tunggu sambil menggendong anak keduanya. Tangannya memegang nomor antrean ’’Masih lama. Saya nomor urut 375,” kata Susilowati sambil terus mengipasi anaknya dengan kertas seadanya.

Ya, Susilowati antre sejak pukul 10.00. Namun, hingga pukul 14.00, dia belum juga dipanggil. Kegelisahan terlihat dari raut wajahnya. Sebab, anak pertamanya belum mendapatkan sekolah negeri. Bukan karena nilai ujian sekolah berstandar nasional (USBN)-nya jelek, melainkan jaraknya yang terlampau jauh dengan sekolah yang dituju. Sementara itu, penduduk di sekolah terdekatnya begitu padat.

’’Sejak saya kecil, sekolah saya ya di SMPN 46. Enggak ada sekolah lain. Itu yang paling dekat. Jaraknya 1,2 kilometer,” keluhnya. Sebelumnya, putrinya, Laila, ikut jalur kawasan di SMPN 3 dan 25. Namun, dia gagal pada tes potensi akademik (TPA). Nilai USBN yang dimiliki anaknya cukup tinggi, yakni 270,7. Informasi yang kurang membuat anak Susilowati tidak mendapatkan sekolah negeri. ’’Saya tidak tahu ada jalur prestasi khusus UN. Dari sekolah juga tidak diarahkan. Katanya prestasi itu hanya untuk lomba,” ujarnya.

Karena itu, Susilowati mengabaikan jalur prestasi tersebut dan berfokus pada seleksi jalur zonasi kawasan. Setelah tidak lolos jalur zonasi kawasan, anaknya juga gagal di jalur zonasi umum (jarak). Sebagai orang tua, Susilowati begitu khawatir karena mental anaknya sangat down.

’’Makanya saya bela-belain dari pagi ke dispendik untuk berjuang. Anak saya down sekali karena temannya yang nilai USBN-nya rendah diterima di SMPN. Anak saya yang masuk peringkat 10 besar tidak diterima,” katanya.

Bukan hanya Susilowati, Nila Nurul, wali murid asal Kelurahan Pasar Kembang, Kecamatan Tambaksari, merasakan hal yang sama. Anaknya dengan nilai USBN 282 tidak diterima jalur zonasi kawasan dan zonasi umum. ’’Anak saya nangis terus. Saya dan suami berbagi tugas. Saya memantau di dispendik, suami mencari informasi pendaftaran di sekolah swasta dan madrasah negeri,” ujarnya.

Nila mengatakan, dirinya sampai rela meluangkan waktu di sela-sela bekerja untuk datang ke sekolah dan dispendik. Tidak peduli akan risiko yang terjadi. Yang terpenting, perjuangan untuk mendapatkan sekolah anaknya sudah maksimal. ’’Yang penting berusaha dulu semaksimal mungkin agar anak saya juga tahu bahwa ibunya sudah berjuang,” katanya.

Demikian juga Ari, warga Kecamatan Sukolilo. Ari mengatakan, sistem zonasi sangat menguras pikiran dan tenaga. Hampir setiap hari dia tidak bisa tidur karena kepikiran sistem jarak dalam PPDB. ’’Saya stres sendiri. Ke mana-mana bawa HP. Tidur saja memeluk HP buat ngecek pe-ranking-an jarak,” ujarnya.

Ketika bangun tidur saat subuh, Ari pun mengecek perkembangan ranking melalui HP. Ternyata nama anaknya sudah tergeser oleh jarak yang lebih dekat. Saking paniknya, Ari bergegas menuju sekolah yang didaftarnya untuk mencari informasi yang lebih jelas. ’’Anak dan suami masih tidur sudah saya tinggal,” katanya.

Setelah dari SMPN 30, Ari menuju dispendik untuk menanyakan perihal itu. Hingga akhirnya, dia ikut rombongan wali murid untuk mencari solusi ke balai kota. Kemudian, dia kembali ke dispendik hingga sore. ’’Saya belum sempat memasak. Kepikiran anak dan suami makan apa. HP saya juga mati, sampai lupa enggak bawa charger. Semua panik,” ujarnya. (jpc)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB
X