SAMARINDA–Endang Sri Rumiati terkejut ketika mengetahui Dinas Pendidikan (Disdik) Samarinda dibaiat sebagai dewan pelindung LPK Edha. Menurut dia, instansi pemerintah tidak bisa masuk struktur kelembagaan non-pemerintah.
“Peran kami (disdik) hanya memberikan advis perizinan pendirian LPK dan membantu pengembangan lembaga-lembaga seperti itu,” tuturnya ketika bersaksi dalam perkara dugaan penyalahgunaan hibah LPK Edha yang bergulir di Pengadilan Tipikor Samarinda, kemarin (18/6). Mantan kepala Bidang Pengembangan PAUD, Pendidikan Masyarakat, dan Keluarga Disdik Samarinda itu dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Edy David oleh JPU Indriasari dan Sri Rukmini.
Di depan majelis hakim yang menangani kasus hibah senilai Rp 950 juta itu, Endang menuturkan, Disdik Samarinda memang menerbitkan syarat pendirian LPK. “Kami hanya mengurusi perizinan yang wajib diperpanjang tiap tahun. Selebihnya hanya pengawasan rutin mereka tetap beraktivitas atau tidak. jika tidak lagi, dibekukan izinnya,” tutur dia di depan majelis hakim yang dipimpin Deky Velix Wagiju bersama Parmatoni dan Erwin itu.
Hasil pelatihan keterampilan di LPK, sebut dia, tidak berwujud sertifikat. “Yang ada itu hanya keterangan mengikuti pelatihan. Jadi bukan sertifikasi, karena setiap LPK berfokus pengembangan keterampilan lewat pelatihan,” tutur perempuan yang kini menjabat sekretaris Disdik Samarinda itu.
Dia mengaku tak mengetahui boleh-tidaknya logo pemerintah digunakan di salah satu keterangan yang diterbitkan LPK Edha. “Kurang tahu, Majelis. Tapi kalau melihat peran pemerintah tidak bisa dicantumkan logo itu,” singkatnya.
Sebelumnya, dalam dakwaan, JPU Indriasari menduga terjadi manipulasi LPj LPK Edha yang dilakukan Edi David selaku ketua LPK tersebut. Hibah dari Pemprov Kaltim pada 2013 senilai Rp 960 juta diragukan penggunaannya sesuai peruntukan. Dari total hibah yang diterima hanya Rp 103 juta yang digunakan. Sisanya diduga digunakan pribadi terdakwa. Jadi, menurut JPU, ada kerugian negara sekitar Rp 856 juta. (*/ryu/ndy/k8)