Pengembang Tak Utamakan Bangun Bozem

- Rabu, 19 Juni 2019 | 11:55 WIB

Dua hari lalu, Balikpapan tergenang. Sebanyak 98 rumah jadi korban. Pemkot menilai, pengembang tidak utamakan kolam resapan ketika membangun.

 

 

BALIKPAPAN–Masalah banjir di Kota Minyak tidak terlepas dari pembebasan lahan yang masif beberapa tahun terakhir. Terutama untuk area permukiman, banyak pengembang tidak mengutamakan pembangunan bozem atau kolam buatan yang bersifat menahan air. Itulah yang menjadi kelemahan pengembang.

Padahal, Pemkot Balikpapan menghendaki saat awal kegiatan fisik di perumahan, pengembang seharusnya membangun bozem sementara terlebih dulu. Fungsinya mampu menampung air dan sedimentasi selama tahap pengupasan lahan. “Pengupasan lahan juga tidak dilakukan secara menyeluruh, harusnya bertahap,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Suryanto.

Jika pengembang sudah memiliki bozem sementara, maka akan jauh lebih mudah. Saat pembangunan telah rampung, mereka tinggal membenahi bozem yang penuh sedimentasi. Jadi, bisa digunakan sesuai kapasitasnya sebagai bozem permanen. Kehadiran bozem sangat penting agar air dan sedimentasi tidak melimpah ke drainase kota.

“Selain bozem sementara, minimal beri ruang sekitar 5 meter untuk vegetasi, tumbuhan tidak diganggu. Ketika sedimen keluar masih ada vegetasi yang menahan,” ucapnya. Suryanto mengungkapkan, sesungguhnya ada banyak cara untuk mencegah banjir. Misalnya dari paling sederhana membangun sumur resapan di setiap rumah.

Apalagi, menurut dia, sumur resapan rumah tangga ini tidak membutuhkan biaya besar. Cukup membuat galian dengan kedalaman sekitar 2 meter. Masukan pipa agar air tanah tidak seluruhnya melimpah ke drainase. Lalu beri saringan dan tutup. Pembangunan sumur resapan ini dianjurkan di tempat masuknya aliran air. Terutama area yang biasa tergenang.

“Semua lahan boleh bangun sumur resapan karena kapasitasnya menampung aliran permukaan atau run off di kawasan tersebut,” jelasnya.

Sementara itu, untuk masalah genangan di jalan raya, seharusnya dibuat lubang di median jalan untuk air mengalir. Sehingga tidak ada air yang tergenang di salah satu jalan. Begitu pula dengan trotoar. Sementara ini, terdapat tali air dengan posisi 90 derajat sebagai aliran air menuju drainase.

“Tapi ketika jalanan ini turunan dari bukit, jika dibuat tali air 90 derajat, air hanya lewat. Seharusnya tali air dibuat miring jika posisi jalanan turun,” sebutnya. Opsi lain mencegah banjir bisa juga dengan tidak lagi membangun jalan dengan aspal. Melainkan beralih ke paving block. (gel/ypl/k8)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X