SAMARINDA–Penanganan banjir di Kota Tepian selalu bergelimang solusi dari berbagai pihak. Wacana demi wacana ajek terealisasi dan menyeruput anggaran namun hasil masih saja sering tak menunjukkan hasil.
Sebut saja proyek Semani (Sentosa, Remaja, A Yani) medio 2013 hingga penguatan drainase dari Jalan PM Noor ke Jalan DI Pandjaitan. Tapi kini, banjir masih menyerbu kawasan yang sudah memiliki dua proyek kanal banjir itu. Wacana teranyar, pemkot memiliki solusi lain, membuat kanal kolektif yang mampu menampung debit air berlebih di Samarinda. “Kanal kolektif bisa jadi solusi banjir. Tapi, ini masih sekadar wacana,” ucap Sugeng Chairuddin, sekretaris kota Samarinda.
Rencana induk menangani banjir di Samarinda sejatinya, sebut dia, sudah ada. Kini tinggal merealisasikannya. Namun, untuk mewujudkannya perlu merogoh kocek yang tak sedikit. Estimasi menanggulangi satu titik banjir saja, jika mengacu rencana induk itu, memakan nyaris Rp 100 miliar. Itu pun belum bisa membengkak jika mengacu pengadaan lahan.
Topografi Samarinda yang mayoritas berada di bawah air sungai membuat luapan mudah merembes ke badan jalan. Belum lagi, soal sedimentasi Sungai Karang Mumus beserta anak sungainya. “Masalah utamanya kan kanal maupun sungai sering enggak mampu menampung debit air, makanya perlu ada lokasi menampung dan cepat mengalirkan ke sungai hingga intensitas genangan tak bertahan berjam-jam,” tuturnya.
Apalagi kebutuhan pembangunan daerah haruslah adil, tak hanya menangani banjir. Tahun ini, lanjut dia, pemkot menyusun tiga pengerjaan subsistem penguatan kanal di tiga lokasi, HAMM Rifaddin, Mugirejo, dan Griya Mukti. Untuk tiga lokasi itu saja diestimasikan akan menyerap anggaran mencapai Rp 28,5 miliar. “Selain itu, ada program drainase tersebar yang masih jalan,” singkatnya. (*/ryu/ndy/k8)