Terpidana Kasus Hibah Minta Keadilan

- Selasa, 11 Juni 2019 | 13:58 WIB

Masih ingat kasus korupsi dana hibah Pemkab Kukar pada 2012? Skandal itu telah membuat beberapa orang harus mendekam di penjara. Namun, proses hukum masih menyisakan kejanggalan.

TENGGARONG–Proses hukum dana hibah yang dikucurkan Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) pada 2012 kembali mengemuka. Rahmat, terpidana kasus tersebut, bersuara dari penjara. Dia mengaku ikhlas menjalani hukuman 4 tahun 6 bulan penjara, namun di balik itu dia merasa terzalimi.

Pasalnya, menurut dia, penyimpangan dana hibah yang didakwakan tidak dia nikmati. Karena sebagian besar dana itu diserahkan kepada seorang oknum yang sekarang menjadi anggota DPRD Kukar. Hal tersebut terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Samarinda.

“Saya hanya menuntut kebenaran dan keadilan,” kata Rahmat kepada Kaltim Post, kemarin.

Dia menjelaskan, dalam amar putusan majelis hakim atas perkara yang menimpanya, jelas dikatakan bahwa ada pihak lain yang dapat diikutsertakan sebagai pihak yang menikmati dana hibah tersebut. “Makanya di dalam putusan itu, saya tidak dibebani membayar uang pengganti,” ujarnya.

Tapi mengapa, kata dia, oknum anggota DPRD yang turut menikmati dana hibah itu tidak ikut didakwa dalam kasus tersebut. Dalam kasus ini, Rahmat dipidana bersama kakaknya, Ichsan.

Bermula ketika Yayasan Pemerhati Lingkungan Semesta (Pelita) diketuai Ichsan dan Rahmat sebagai sekretarisnya, menerima dana hibah dari Pemkab Kukar sebesar Rp 265,5 juta berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) Nomor 91 NPHD/HK/2012 tertanggal 13 Desember 2012.

Belakangan kucuran dana itu diadukan masyarakat ke kepolisian dan diproses secara hukum. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda akhirnya menjatuhkan vonis kepada Rahmat dan Ichsan masing-masing dengan 4 tahun 6 bulan penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Khusus bagi Ichsan dibebani membayar pengganti kerugian negara Rp 5,5 juta. Perkara Ichsan kemudian berlanjut ke Pengadilan Tinggi Tipikor, karena jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding. Namun, putusan Pengadilan Tinggi Tipikor menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Samarinda.

“Jadi, jelas sekali bahwa dari Rp 265,5 dana hibah itu, hanya Rp 5,5 juta yang kami pertanggungjawabkan. Selebihnya sekitar Rp 255 juta dinikmati orang lain. Tapi mengapa hanya kami yang dipenjara,” jelasnya. (kri2/k8)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X