Harga Jatuh, Tolong Permudah Biaya Pungutan Ekspor CPO

- Senin, 10 Juni 2019 | 15:49 WIB

SAMARINDA- Harga acuan crude palm oil (CPO) untuk periode Juni 2019 mencapai USD 547,17 per ton. Harga referensi tersebut melemah 4,56 persen atau melemah USD 26,14 dari periode Mei 2019 yang tercatat sebesar USD 573,31 per ton.

Penetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33 Tahun 2019 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE), atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar. Saat ini harga referensi CPO tetap berada pada level di bawah USD 750 per ton. Untuk itu, pemerintah mengenakan bea keluar CPO sebesar USD 0 per ton untuk periode Juni 2019.

Hal itu dijelaskan Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammad Sjah Djafar. Dia mengatakan, setelah melihat kembali jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) pemberlakuan pola ambang batas pengenaan bea keluar tentunya sangat mempermudah.

“Di mana saat ini pungutan sawit akan akan mulai diterapkan kembali bila harga CPO melampaui harga USD 547 per ton,” katanya Minggu (9/10).

Dia mengatakan, dengan menurunnya harga referensi Juni maka pungutan sawit ekspor untuk bulan Juni 2019 masih dianggap nol. Sehingga sesuai prediksi pengutan ekspor untuk CPO masih akan nol karena belum dikenakan lantaran harga dianggap masih di bawah batas pengenaan.

“Harganya maish sangat rendah, sehingga pungutan ekspor masih belum ada. Jika harga membaik dan melebihi ambang batas baru bea keluar akan berlaku,” tuturnya.

Menurutnya, pungutan ekspor memang belum diterapkan. Namun, hal ini tidak dapat didiamkan. Hal itu disebabkan harga CPO yang rendah, tentunya akan berpeluang menekan kinerja ekspor CPO dan produk turunannya. Penurunan CPO masih disebabkan kampanye negatif Uni Eropa.

Untuk diketahui komisi Uni Eropa, memutuskan bahwa minyak kelapa sawit mentah adalah produk tidak ramah lingkungan dalam skema Renewable Energy Directive (RED) IIDalam skema RED II, Komisi Uni Eropa menetapkan bahwa apabila perluasan lahan yang menyebabkan kerusakan alam di atas 10 persen akan dianggap sebagai produk berbahaya dan tidak akan digunakan di UE.Akibatnya, penggunaan CPO di UE akan dikurangi secara bertahap pada 2019-2023 dan dihapus mulai 2030.

“Hal itu membuat harga CPO semakin anjlok, apalagi ada potensi para calon pembeli saat ini sedang berupaya mengalihkan konsumsinya dari CPO ke produk minyak nabati lain karena kampanye negatif Uni Eropa,” pungkasnya. (*/ctr)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X