ADUH..!! Harga TBS Terus Melandai

- Senin, 10 Juni 2019 | 15:46 WIB

SAMARINDA- Sejak awal tahun harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terus mengalami fluktuasi. Peningkatan hanya terjadi pada Maret Rp 1.302 per kilogramnya. Pada April harga sudah melandai menjadi Rp 1.287 per kilogramnya, lalu pada Mei kembali mengalami penurunan menjadi Rp 1.236 per kilogramnya.  Penurunan harga TBS tentunya tak lepas dari menurunnya harga crude palm oil (CPO). Hal itu terjadi masih disebabkan oleh demand CPO yang menurun akibat kampanye negatif Uni Eropa terhadap produk CPO Indonesia.

Untuk diketahui komisi Uni Eropa, memutuskan bahwa minyak kelapa sawit mentah adalah produk tidak ramah lingkungan dalam skema Renewable Energy Directive (RED) IIDalam skema RED II, Komisi Uni Eropa menetapkan bahwa apabila perluasan lahan yang menyebabkan kerusakan alam di atas 10 persen akan dianggap sebagai produk berbahaya dan tidak akan digunakan di UE.Akibatnya, penggunaan CPO di UE akan dikurangi secara bertahap pada 2019-2023 dan dihapus mulai 2030.

Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, fluktuasi harga komoditas merupakan hal wajar. Seluruh hasil pertanian pasti mengalami hal serupa. Saat ini harga-harga yang sudah ditetapkan per bulan merupakan standar bagi para petani yang sudah bermitra dengan perusahaan pemilik pabrik kelapa sawit di Kaltim, khususnya kebun plasma. Sehingga ini menjadi harga acuan oleh petani.

“Harga TBS tersebut, ditetapkan berdasarkan harga crude palm oil (CPO) dunia,” katanya Jumat (31/5).

Menurutnya, harga CPO ditentukan oleh harga pasar dari supplay dan demand. Sehingga penurunan dan peningkatan TBS tentunya berdasarkan dari permintaan CPO. Contohnya dari akhir tahun sekitar Oktober hingga awal tahun produksi TBS sangat banyak, tentunya CPO di Indonesia juga banyak. Supply yang banyak namun tidak disertai demand yang banyak menyebabkan harga CPO turun. Ini bisa menjadi gambaran, jika demand terus menurun akibat kampanye negative Uni Eropa maka harga CPO akan terus menurun.

“Dampaknya akan langsung terasa oleh TBS kita di daerah. Setiap bulan perhitungan TBS kelapa sawit membutuhkan komponen harga CPO dunia,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammad Sjah Djafar mengatakan, harga CPO kembali mengalami penurunan pada Mei dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal itu sebenarnya tidak bisa didiamkan, karena akan berpeluang menekan kinerja ekspor CPO dan produk turunannya pada bulan yang sama.

“Tren penurunan ini masih akan terus berlanjut,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, karena tak hanya demand CPO yang menurun, namun juga tren pembelian produk CPO yang terus menurun, sehingga harga akan lebih landai. Ada potensi para calon pembeli saat ini sedang berupaya mengalihkan konsumsinya dari CPO ke produk minyak nabati lain karena kampanye negatif Uni Eropa. Sehingga bisa memprediksi stok dan produksi CPO di Malaysia dan Indonesia tak kunjung mengalami penurunan.

“Supply yang banyak bisa membuat harga CPO masih akan terus menurun,” jelasnya.

Menurutnya, padahal pada awal tahun biasanya harga akan cenderung meningkat. Hal itu disebabkan produksi CPO yang menurun mendekati musim panas, sehingga demand yang banyak membuat CPO meningkat. Namun, permintaan yang terus menurun yang menyebabkan harga masih belum baik. “Indonesia tentunya tidak akan diam saja, pasti banyak hal yang dilakukan agar kampanye negatif ini tidak terus menerus terjadi,” tutupnya. (*/ctr)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X