Minta KPK Awasi Sidang PK

- Jumat, 7 Juni 2019 | 11:08 WIB

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk mengawasi jalannya sidang Peninjauan Kembali (PK) sejumlah terpidana rasuah di Mahkamah Agung (MA). Terutama PK mantan Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Hal itu mengingat tren buruk putusan PK selama ini yang justru menguntungkan koruptor.

Selain Anas, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 18 terpidana korupsi yang sedang menjalani sidang PK di MA. Diantaranya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar, mantan Ketua DPD Irman Gusman dan pengacara kondang OC Kaligis. Semua nama itu merupakan terpidana yang pernah berurusan dengan KPK.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, jalur PK memang merupakan hak setiap terpidana yang dijamin oleh undang-undang. Namun, menurutnya, upaya itu kerap dijadikan jalan pintas terpidana untuk bebas dari jerat hukum. ”Apalagi mengingat Hakim Agung Artidjo Alkostar telah purna tugas per Mei 2018 lalu,” kata Kurnia, kemarin (6/6).

Contoh PK yang menguntungkan koruptor, kata Kurnia, adalah putusan Choel Mallarangeng (adik mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng). Sebelumnya, Choel divonis 3,5 tahun dan denda Rp 250 juta di pengadilan tingkat pertama. ”Namun MA memperingan hukumannya menjadi 3 tahun penjara,” ujarnya.

Selain Choel, putusan PK mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo juga lebih ringan dari putusan pengadilan tingkat pertama. Suroso sebelumnya dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 200 juta serta uang pengganti USD 190 ribu. Dalam putusan PK, kewajiban membayar uang pengganti itu dihilangkan oleh hakim MA.

Kurnia menjelaskan, pihaknya menemukan sejumlah putusan PK yang mengabaikan syarat-syarat. Sehingga, putusan yang dihasilkan dinilai jauh dari rasa keadilan bagi masyarakat. Syarat yang dimaksud diantaranya, terdapat novum baru, putusan yang keliru, dan kekhilafan hakim. Syarat itu tertuang dalam pasal 263 ayat (2) KUHAP.

”Contoh dalam putusan yang mengabulkan PK Choel, MA menyebutkan bahwa alasan utama karena yang bersangkutan telah mengembalikan uang yang telah diterimanya,” ungkap Kurnia. Pertimbangan itu, lanjut dia, bertentangan dengan pasal 4 UU Pemberantasan Tipikor yang menyebut pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapus pidana.

Temuan-temuan itu menambah daftar kelam putusan PK selama ini. Berdasar kajian ICW, sejak 2007 sampai 2018 terdapat 101 narapidana (napi) yang dibebaskan. Kemudian lima putusan lepas, dan 14 hukuman lebih ringan daripada pengadilan tingkat sebelumnya. ”Tentu saja, ini harus menjadi sorotan seluruh pihak,” imbuh dia.

Selain mendesak KPK mengawasi jalannya sidang, ICW juga meminta MA serius melakukan evaluasi putusan PK tersebut. Bila perlu, seluruh pengajuan PK yang sedang dalam proses persidangan saat ini ditolak sebelum evaluasi tersebut dilakukan. ”Karena lambat laun akan semakin menurunkan kepercayaan publik pada lembaga peradilan,” terangnya. (tyo)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X