Lonjakan penumpang di Bandara APT Pranoto tidak dapat dihindari. Pengguna jasa penerbangan yang datang dari Kutim, Bontang, Kukar, dan Samarinda tampak memenuhi setiap sudut ruang di lapangan terbang di utara Kota Tepian itu. Antrean panjang di counter check in masih tampak hingga pukul 15.30 Wita kemarin.
Dalam sehari, pengelola bandara mengalkulasi penumpang yang terbang melalui APT Pranoto mencapai 4.000. Dengan 21 kali penerbangan. Extra flight menambah jumlah penumpang hingga lebih 900 orang.
“Kalau ditambah penerbangan malam, target saya 7 ribu penumpang per hari,” kata Kepala Unit Pelaksana Bandar Udara (UPBU) APT Pranoto Dodi Dharma Cahyadi, kemarin.
Penumpang di ruang tunggu bandara APT Pranoto.
Menurut dia, sejak November 2018 hingga April 2019, terjadi peningkatan mencapai 70,7 persen. Setiap bulan terjadi peningkatan hingga 25 persen. Tidak itu saja, lalu lintas udara juga mengalami kenaikan. “Apalagi H-7 Lebaran, makanya membeludak (penumpang). Rute favorit Surabaya dan Jakarta,” bebernya.
Dia pun keheranan, meskipun harga tiket mahal tapi penumpang tetap membeludak. Dia memastikan tidak ada maskapai yang menetapkan harga melebihi tarif batas atas (TBA), Rp 2,2 juta.
“Kalau ada, izin penerbangan bisa dicabut. Silakan dilaporkan kepada otoritas bandara atau UPBU,” imbuh dia. Dia memastikan, delapan maskapai standby di bandara kebanggaan masyarakat Samarinda itu. Yakni, Garuda Indonesia, Lion Air, Batik Air, Citilink, Xpress Air, Susi Air, dan Nam Air. “Itu melayani 21 rute penerbangan,” ujar Dodi.
Pembukaan rute yang terus-menerus tampaknya menjadi sorotan. Pasalnya, dianggap tidak memerhatikan sisi keamanan. Misalnya, tidak adanya lampu runway, pagar, mobil pemadam kebakaran yang memadai untuk jumlah penerbangan tersebut.
Menanggapi kondisi tersebut, sebagai kepala UPBU, Dodi mengaku memahami bagaimana silsilah keamanannya. Jadi, untuk mengelola pasti memiliki standar. Dia tidak menampik, pagar dan fasilitas keamanan lainnya diperlukan. Tapi, pihaknya menerapkan mitigasi.
“Ada petugas standby di pos. Masalah lampu runway, kan ada SOP (standard operating procedure). Harus dijalankan,” ungkapnya.
Lagi pula, lanjut dia, masalah pendaratan kembali kepada pilot. Pihaknya memberikan informasi, pilot yang memutuskan. “Selama ini kan komunikasi terkontrol. Kalau memang pilot tidak bisa mendarat, bisa dialihkan ke Balikpapan,” terang dia.
“Pembukaan rute tidak lepas dari keinginan pihak maskapai. Kami hanya mengakomodasi. Kemungkinan mereka melihat pangsa pasar yang menjanjikan. Saya hanya termotivasi meningkatkan pelayanan. Lagi pula, membuka rute banyak agar Kemenhub (Kementerian Perhubungan) memerhatikan kondisi bandara. Meskipun keterbatasan fasilitas namun perkembangan bandara tetap terjadi,” pungkas Dodi.
Sementara itu, Kepala Operasi Bandara Rora Ardian menambahkan, menjalankan lalu lintas udara pihaknya menggunakan performance based navigation (PBN). “Jadi berbasis satelit. Memang dukungannya pemasangan lampu pendaratan. Misalnya, runway light yang khusus pendaratan dan penerbangan malam,” bebernya.