Jemput Bola Ibu Kota

- Selasa, 28 Mei 2019 | 14:08 WIB

Aji Sofyan Effendi*

KALAU ditanya kepada seluruh provinsi di Indonesia, apakah mereka siap untuk menjadi ibu kota baru, sebagai pengganti DKI Jakarta. Maka secara serentak mereka pasti menjawab siap.

Tidak ada satu pun provinsi di Indonesia yang akan menolak menjadi pusat pemerintahan Indonesia. Mengingat multiplier effect-nya sangat luar biasa. Baik ekonomi, sosial, budaya, politik bahkan pertahanan dan keamanan. Bahwa saat ini pemerintah pusat akan mencanangkan secara top down atas dua pilihan provinsi yaitu: Kaltim dan Kalteng.

Itu karena dilandasi berbagai macam kajian dan aspek yang sudah dikerjakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan kementerian terkait sejak beberapa tahun lalu. Dilihat dari sudut geografis, hanya kedua provinsi inilah yang paling pas.

Untuk itulah Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu telah melakukan kunjungan di kedua provinsi itu. Kedatangannya untuk mencari “chemistry” mana yang paling pas. Sebelum memutuskan salah satu dari kedua provinsi tersebut di atas.

Dalam konteks itulah, pertarungan kedua provinsi itu jadi semakin penting dan strategis, untuk menjual daerahnya masing-masing. Dalam bahasa manajemen disebut “strategi marketing”. Hal ini penting untuk dilakukan Pemprov Kaltim, bahwa provinsi ini dipilih sebagai pusat pemerintahan baru itu adalah “bukan hadiah” karena kebijakan pemerintah pusat yang sifatnya top down saja.

Namun telah melalui berbagai kajian yang sudah mereka lakukan. Meski begitu, perlu juga bagaimana Pemprov Kaltim mampu “menjual diri” agar pilihan itu jatuh ke provinsi ini. Mengapa demikian? Ya, karena ada Kalteng sebagai pesaing.

Resep jitu, agar Kaltim terpilih sebagai pusat pemerintahan RI baru, dapat dilihat dari rekomendasi penulis sebagai berikut: Pertama, lengkapi kajian yang telah dilakukan pemerintah pusat dengan kajian versi Pemprov Kaltim. (Mohon maaf, sampai saat ini penulis belum mengetahui persis apakah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim telah melakukan focus group discussion, kepada publik, bila memang kajiannya sudah dilakukan).

Sepengetahuan saya sebagai insan kampus dan akademisi sampai hari ini, belum ada diskusi publik yang menampilkan kajian internal Kaltim. Kajian ini adalah sifatnya melengkapi dari kajian yang sudah dilakukan Bappenas dan kementerian terkait. Penulis menyadari bisa jadi ada hal-hal penting yang terlewat dari kajian pemerintah pusat itu, yang justru ditemukan oleh kajian Pemprov Kaltim. Hal-hal dan analisis yang sudah ada dalam kajian Bappenas, tidak perlu lagi dilakukan oleh Bappeda Kaltim.

Namun, Bappeda Kaltim harus jeli dan memiliki analisis tajam, bahwa kajian versi Pemprov Kaltim memang beda dan layak menjadi lampiran kajian Bappenas. Salah satu contoh adalah Bappeda Kaltim perlu menampilkan dalam kajian tersebut. Bila Kaltim dipilih sebagai pusat pemerintahan baru, bisa dipastikan dan dijamin bahwa kesenjangan kawasan barat Indonesia (KBI) versus kawasan timur Indonesia (KTI) semakin mengecil.

Kondisi itu berarti, dengan dipindahnya pusat pemerintahan, esensi penting dari pemindahan pusat pemerintahan itu adalah dalam rangka “menjaga keutuhan NKRI”. Sehingga isu KBI vs KTI itu menjadi hilang dan dapat dieliminasi.  

Mengapa isu keutuhan NKRI itu menjadi penting dalam kajian yang dibuat Pemprov Kaltim? Sebab, fakta sejarah dunia sudah mencatat betapa kesenjangan wilayah itu adalah salah satu faktor utama dalam hancurnya keutuhan sebuah negara.

Contoh konkret adalah Uni Soviet. Di mana saat itu terjadi kesenjangan, Moskow sebagai ibu kota sangat tajam dengan daerah-daerah lain. Yang sekarang ini pecah dan menjadi negara-negara kecil yang memiliki presiden masing-masing. Kebijakan dan situasi seperti ini tentunya sangat tidak kita kehendaki terjadi di NKRI.

Jadi itulah isu pemindahan ibu kota atau pusat pemerintahan bukan sekadar persoalan kian berkurangnya lahan terbuka di DKI Jakarta. Tapi lebih penting dari itu adalah dalam rangka memperkecil jurang kesenjangan antara KBI dan KTI. Yang dicirikan dengan berbagai ketertinggalan pembangunan dan lemahnya infrastruktur. Penulis tidak mengetahui apakah analisis ini ada dalam kajian yang sudah dibuat Bappeda Kaltim (kalau memang kajian itu diklaim ada).

Kedua, masih dalam konteks dokumen kajian. Apakah Pemprov Kaltim sudah mengidentifikasi dan menghitung secara cermat efek ikutan dari pemindahan pusat pemerintahan ini? Secara makro-mikro, misalnya berapa peluang aktivitas ekonomi yang tercipta. Misalnya: berapa peluang tenaga kerja yang terserap untuk konstruksi bangunan kementerian yang tercipta untuk 5–7 tahun yang akan datang. Sesuai lamanya bangunan  fisik kementerian yang dibuat.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X