Nelayan Khawatir Hasil Tangkapan Menurun

- Senin, 27 Mei 2019 | 11:50 WIB

SAMARINDA-Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) tak berjalan mulus. Sejumlah pertentangan muncul. Namun, yang paling bersuara nyaring adalah nelayan. Mereka khawatir peraturan tersebut bisa menurunkan penghasilan.

Anggota Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kaltim Herdiansyah Hamzah meminta Pemprov Kaltim mengkaji ulang tata letak zonasi yang akan ditetapkan. Sebab, peta yang digunakan milik pemprov. Sedangkan, setiap daerah memiliki peta wilayah. Karena itu, pemprov tidak boleh asal menetapkan. Melainkan, harus benar benar mengkaji seluruh peta wilayah kabupaten/kota. Apalagi semua daerah di Kaltim memiliki rencana masing-masing saat membuat peta wilayah.

Menurut dia, pengesahan Raperda RZWP3K dianggap terburu-buru. Pasalnya, begitu banyak masalah dalam upaya pembahasan raperda. Pihaknya pun meminta secara tegas agar pembahasan rancangan aturan dan segala bentuk kegiatannya dihentikan hingga konsolidasi data dilakukan. “Prinsip kehati-hatian harus dikedepankan. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Khususnya masyarakat di kawasan pesisir dan menggantungkan hidup pada ruang wilayah pesisir dan laut,” katanya.

Pria yang akrab disapa Castro itu melanjutkan, ada ketidaksinkronan antara Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dengan naskah rancangan raperda. Setidaknya, 80 persen KLHS tidak sinkron. Sehingga, KLHS terkesan hanya menjadi stempel keabsahan raperda.

“Benar salah bukan lagi menjadi masalah pokok. Ini logika sesat, KLHS harus menjadi dasar penyusunan raperda, bukan sebaliknya. Kan di dalam KLHS akan tergambar bagaimana kondisi faktual wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Bagaimana desain perlindungan dan upaya untuk menjaga dari aktivitas yang merusak ekosistem,” jelas dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Samarinda, itu.

Pihaknya menyayangkan banyak nelayan maupun masyarakat pesisir yang tidak diundang dalam konsultasi publik yang digelar pekan lalu tersebut. Menurutnya, ini jelas mengabaikan partisipasi warga wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sehingga, terkesan menggugurkan kewajiban. “Padahal, partisipasi warga dalam proses penyusunan raperda RZWP3K mutlak. Ingat, ini menyangkut hajat hidup dan keselamatan ruang hidup masyarakat pesisir,” terangnya.

Lanjut Castro, keseluruhan dokumen Raperda RZWP3K harus sejalan dengan dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kaltim. Jika tidak, rentan dengan konflik norma (conflict of norm). Sehingga dianggap cacat hukum dan bisa dibatalkan. “Masyarakat pesisir harus diberi ruang memberikan pendapat,” tuturnya. Ada kekhawatiran bila Raperda RZWP3K disahkan, berdampak pada menurunnya hasil tangkapan nelayan. Hal itu tentu berpengaruh pada penghasilan mereka.

Dikonfirmasi terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Sekprov Kaltim Meiliana mengatakan, aspirasi masyarakat wajar, silakan saja disampaikan. “Itu kebebasan memberikan pendapat. Tidak boleh dilarang,” kata dia. Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa penyusunan draf raperda ini telah memakan waktu yang panjang.

Apalagi raperda itu merupakan turunan dari Undang-Undang 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Bila dibatalkan, artinya melanggar konstitusi. Terlebih panitia khusus dan kelompok kerja (pokja) sudah melakukan kajian. Meski telah dibahas sejak 2014, Kaltim termasuk provinsi yang tertinggal dalam pengesahan. “Provinsi lain sudah selesai. Di Kalimantan hanya Kaltim yang belum. Makanya tidak bisa dibatalkan begitu saja,” ungkapnya.

“Mungkin para nelayan belum memahami maksud dari substansi raperda. Kalau diselesaikan cepat, manfaatnya banyak. Kan bisa membuat UPTD (unit pelaksana teknis daerah) yang dapat menghasilkan PAD (pendapatan asli daerah),” terang Mei, sapaannya.

Dia tidak menampik, sosialisasi memang perlu digalakkan. Dia berpikir bahwa draf raperda perlu diperbaiki sehingga masukan dalam konsultasi publik dapat diakomodasi. “Yang jelas, masukan diselaraskan. Termasuk dari para nelayan,” imbuh dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim Riza Indra Riadi mengaku senada dengan Meiliana. Dia senang dengan saran yang diberikan dalam konsultasi publik. Namun, dia kembali menegaskan, pengesahan raperda menjadi perda tidak dapat ditolak. Mengingat, amanah undang-undang. “Jadi, bukan menolak, tapi memperbaiki dengan saran dan pendapat,” tuturnya.

Lagi pula, lanjut dia, prosesnya sudah lama. Sehingga, pihaknya menargetkan raperda rampung Juni mendatang. Setelah itu, pihaknya akan menyambangi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk meminta masukan. “Apakah sudah sesuai atau masih kurang,” beber dia.

Meski sudah dibahas sejak 2014, raperda tidak juga disahkan. Penyebabnya yakni terjadi benturan kepentingan, sehingga lambat disahkan. Ya, ada yang ingin konservasi, ada pula ingin dijadikan kawasan industri. Misalnya pelabuhan. “Nah, kami mencari jalan tengahnya. Perlu waktu, tidak bisa buru-buru,” sebut Riza.

“Sebenarnya, meski raperda disahkan, nelayan tetap boleh beraktivitas di mana pun. Termasuk zona konservasi. Kecuali zona inti yang sudah ditetapkan. Kami memang harus menjelaskan lagi. Jadi, bukan lambat disahkan. Tapi, lebih teliti agar tidak menimbulkan masalah,” sambungnya. (*/dq/rom/k16)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X