Masjid Menjamur, Tak Sabar Ramadan Musim Dingin

- Sabtu, 25 Mei 2019 | 15:15 WIB

Berlian Marsielle, warga Samarinda yang kini menetap di Dresden, Jerman, berbagi kisahnya ketika menjalani Ramadan di Oxford, Inggris. Dia menemani sang suami yang sedang tugas kerja di sana. Kepada Kaltim Post, dia membagikan kisahnya menjalani Ramadan di negerinya Ratu Elizabeth. Berikut kisahnya.

 

Assalamualaikum waramahtullahi wabarakatuh

SAYA bersama keluarga menetap sementara di salah satu kota pendidikan ternama di dunia, Oxford, Inggris. Kami sebenarnya berdomisili di Dresden, Jerman. Alhamdulillah, sejak akhir Maret hingga akhir Juni nanti, suami saya berkesempatan menggelar penelitian di Oxford University. Saya dan anak juga memperoleh visa untuk menemani suami selama berdinas di kota ini. Ini akan menjadi momen pertama saya berpuasa di Oxford setelah 7 tahun terakhir ini menjalani Ramadan di Jerman.

Seperti yang banyak orang tahu, Oxford begitu bangga dengan universitasnya yang merupakan terbaik di dunia. Kota ini juga mempunyai tokoh-tokoh pendidikan ternama, seperti Isaac Newton (penemu teori gravitasi), Stephen Hawking (fisikawan dunia), Tim Berners-Lee (penemu world wide web atau sering dikenal www), dan sebagainya. Selain itu, orang pada umumnya juga mengenal Oxford sebagai kota yang melatari kisah film Harry Potter.

Namun, di samping itu, Oxford adalah kota yang sangat beragam dari sisi demografi penduduknya. Tidak hanya masyarakat asli Inggris, kota ini juga sudah berakulturasi dengan masyarakat asing dari berbagai negara. Salah satunya adalah dari negara-negara muslim seperti Pakistan, Bangladesh, Malaysia, dan Indonesia.

Besarnya jumlah komunitas muslim di sini memberikan dampak positif. Pembangunan tempat ibadah begitu pesat, seperti masjid dan musala. Hingga artikel ini saya tulis, sedikitnya ada tujuh masjid atau musala di kota ini. Jumlah yang sudah cukup banyak di sebuah kota di Eropa.

Menariknya, masjid-masjid ini dibangun dengan keberagaman tujuan dan latar belakang sejarahnya. Semisal masjid yang dibangun komunitas muslim tertentu, kemudian ada pula masjid yang memang ditujukan untuk menjadi masjid raya, atau central mosque di kota ini. Lalu, ada pula masjid yang memang dibangun pemerintah setempat dan diresmikan Prince of Wales (Pangeran Charles), untuk sekaligus menjadi pusat studi Islam (Oxford Center for Islamic Studies).

Ada juga musala atau Muslim Prayer Room yang dibangun pihak universitas untuk menjadi tempat ibadah sekaligus tempat berkumpulnya mahasiswa. Daya tarik masjid-masjid di sini adalah keterbukaan mereka terhadap masyarakat sekitar tanpa melihat asal suku dan agama dalam mengikuti acara-acara keagamaan. Seperti pengajian, seminar umum, atau buka puasa bersama.

Durasi berpuasa di Oxford tidaklah berbeda dengan di Dresden. Pada minggu pertama Ramadan, puasa di sini berlangsung kira-kira dari 03.30 hingga 20.30. Lalu, pada minggu terakhir Ramadan, durasinya bertambah panjang, kira-kira 03.00 hingga 21.15. Kira-kira sekitar 17–18 jam. Jauh lebih  panjang dari Indonesia. Itu karena secara geografis, Inggris terletak di belahan utara Bumi. Lalu, saat ini di Eropa mengalami pergantian musim dari semi ke panas, sehingga waktu siang menjadi lebih lama daripada malam.

Namun, tentunya rentang waktu ini lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya yang bisa mencapai 19 jam. Semakin pendeknya rentang puasa setiap tahunnya untuk negara-negara Eropa diakibatkan kalender hijriah yang lebih maju 11 hari dari kalender masehi. Ini menandakan bahwa ada momen Ramadan di beberapa tahun mendatang yang akan berlangsung selama musim dingin di Eropa dengan waktu siang lebih sedikit daripada malam.  Tidak sabar untuk tiba saatnya, he he he.

Dengan waktu malam yang sebentar, pelaksanaan salat Maghrib dan Isya pun berlangsung agak malam. Sebagai contoh salat Isya dan Tarawih di Oxford berlangsung pada 22.30. Sebagai perbandingan, di Dresden dan beberapa kota di Jerman, beberapa masjid mengeluarkan fatwa untuk boleh menggabungkan salat Maghrib, Isya, dan Tarawih. Namun, di beberapa tempat di Inggris, termasuk di Oxford, fatwa tersebut umumnya tidak berlaku.

Waktu malam yang lebih sedikit juga dimanfaatkan beberapa muslim untuk tidak tidur ketika malam hari sembari menunggu waktu sahur dan waktu salat Subuh. Namun ada juga yang memanfaatkan waktu untuk tidur terlebih dahulu sebelum bangun untuk menjalani sahur. (dns/bersambung)

Berlian Marsielle adalah perempuan kelahiran Sragen, Jawa tengah. Sejak kecil pindah ke Samarinda, menempuh pendidikan TK, SD, SMP, dan SMA. Berlian bersekolah di SD 042 Bengkuring (lulus 2005), di SMP Negeri 1 (lulus 2008 )dan SMA Negeri 1 Samarinda (lulus 2011). Orang tuanya masih bertempat tinggal di daerah A.W. Syahrani. Kemudian dia melanjutkan pendidikan tinggi di Hochschule Teknik und Wirtschaft (HTW) Dresden, Jerman.

Berlian merengkuh gelar sarjananya pada 2018. Setahun sebelum kelulusan, Berlian menikah dengan seorang mahasiswa S3 asal Depok bernama Adrian. Kini mereka mempunyai buah hati laki-laki. Berlian bisa dihubungi melalui akun istagramnya @berlian_marsie

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X