Kampanye Negatif Pengaruhi Penghasilan Petani

- Sabtu, 25 Mei 2019 | 12:54 WIB

SAMARINDA- Kampanye negatif dari Uni Eropa (UE) tentang minyak kelapa sawit membuat petani di Kaltim merugi. Diketahui, Komisi UE memutuskan bahwa minyak kelapa sawit mentah adalah produk tidak ramah lingkungan dalam skema Renewable Energy Directive (RED) II. Dalam skema RED II, mereka menetapkan bahwa apabila ada perluasan lahan yang menyebabkan kerusakan alam di atas 10 persen akan dianggap sebagai produk berbahaya dan tidak akan digunakan di UE.

Akibatnya, penggunaan CPO (crude palm oil) di UE akan dikurangi secara bertahap pada 2019-2023 dan dihapus mulai 2030. Kampanye negatif tersebut jika tidak diatasi, maka akan berdampak hingga ke petani kelapa sawit.

Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, di Kaltim yang paling terasa dari kampanye negatif pasti penurunan harga CPO. Dampaknya tentu kepada penghasilan petani. Sebab, setiap bulan perhitungan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit membutuhkan komponen harga CPO dunia. Artinya jika harga CPO turun otomatis harga TBS juga mengikuti.

“Harga CPO selain disebabkan dari isu negatif juga tergantung supply and demand dari pasar global,” ungkapnya Jumat (24/5). Contohnya dari akhir tahun sekitar Oktober 2018 hingga awal tahun produksi TBS sangat banyak, tentunya CPO di Indonesia. Supply yang banyak namun tidak disertai demand yang banyak menyebabkan harga CPO turun.

Ini bisa menjadi gambaran, jika demand terus menurun akibat kampanye negatif, harga CPO juga akan terus menurun. “Dengan begitu, harga TBS juga pasti menurun yang mengakibatkan petani mengalami penurunan penghasilan,” katanya.

Untuk di Kaltim, secara sistematif berbagai kampanye itu dijawab dengan program kegiatan. Pihaknya juga aktif bekerja sama dengan para mitra pembangunan, kemudian ditunjukkan bahwa praktek perkebunan di Bumi Etam sudah menerapkan prinsip-prinsip perkebunan berkelanjutan yang menyeimbangkan sosial, ekonomi dan lingkungan.

“Beberapa kekurangan pasti ada, tapi strategi dan konsisten dengan perkebunan berkelanjutan sudah dilakukan,” tuturnya. Dia yakin, dengan berbagai upaya yang dilakukan Kaltim pastinya lama-kelamaan akan terjawab isu-isu negatif tersebut. Sebab, tidak ada bukti konkret bahwa kelapa sawit menyebabkan kerusakan alam di atas 10 persen tersebut.

Yang terpenting, tidak mungkin selamanya Indonesia akan dikendalikan harga internasional. Sebab, sawit sudah menjadi ekonomi nasional. Di Kaltim kelapa sawit sudah menjadi sumber produk domestik regional bruto (PDRB) ketiga setelah batu bara dan industri pengolahan. “Kalau ada yang merugikan sawit tentu mengganggu ketahanan ekonomi Indonesia dan daerahnya. Tidak mungkin pemerintah diam saja,” pungkasnya. (*/ctr/ndu)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB

Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit

Kamis, 18 April 2024 | 07:55 WIB

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB

Pasokan Gas Melon Ditambah 14,4 Juta Tabung

Selasa, 16 April 2024 | 17:25 WIB

Harga Emas Melonjak

Selasa, 16 April 2024 | 16:25 WIB
X