Sensasi Aksi tanpa Henti

- Jumat, 24 Mei 2019 | 13:42 WIB

John Wick (Keanu Reeves) kembali dalam instalasi ketiga. Masih mempertahankan elemen di dua film sebelumnya, sekuel terbarunya sukses memukau fans dengan sensasi adegan aksi yang intens.

SI vis pacem, para bellum. If you want peace, prepare for war. Anda akan mendengarnya kalau nonton film ini. Parabellum menjadi judul film ketiga yang dibintangi Keanu Reeves itu.

Seperti judulnya, film besutan sutradara Chad Stahelski tersebut mengisahkan Wick yang menjadi sasaran pembunuh bayaran sedunia. Dia harus siap menghadapi perang. Gara-garanya, dia membunuh penguasa kejahatan Santino D’Antonio di Hotel Continental New York. Siapa pun yang berhasil membunuh Wick akan mendapat imbalan USD 14 juta (setara Rp 202 miliar).

Kini, Wick harus menyelamatkan diri dengan mencari perlindungan. Tentu pelariannya tidak berjalan lancar. Banyak kelompok yang ingin membunuhnya, baik untuk kepentingan pribadi maupun demi kesetiaan pada High Table, organisasi mafia yang mengincar Wick. Untung, Wick mendapat bantuan. Salah satunya dari Sofia (Halle Berry), seorang sahabat lama.

Fans yang mengikuti kisah Wick sejak John Wick: Chapter 1 (2014) dan John Wick: Chapter 2 (2017) akan puas. Sebab, film ketiganya kembali menawarkan sensasi action yang tiada henti. Baru selesai satu scene tegang, datang lagi scene menegangkan lainnya. Bertubi-tubi.

Menurut John Bock, analis box office dari Exhibitor Relations, Reeves sukses membuat fans franchise John Wick terpukau dan setia menunggu kelanjutannya. ’’Dia termasuk aktor yang selalu sukses di film action,’’ katanya, sebagaimana dilansir Business Insider.  

Karakter Wick yang dingin dan brutal dipertahankan. Sisi dramatis yang sangat menyayangi mendiang istri pun kembali ditampilkan. Namun, kali ini dia berada di posisi yang sedikit berbeda. ’’Wick akan menghadapi pengkhianatan, tapi tetap bangkit kembali,’’ ujar Richard Newby, kolumnis film The Hollywood Reporter.

Stahelski menuturkan, karakter Sofia menambah warna cerita melalui kemampuan bertarungnya dengan menggunakan anjing. ’’Dia adalah karakter yang membawa sedikit masa lalu Wick ke dalam film dan memukau dengan cara berkelahinya,’’ ucap Stahelski kepada Screen Rant.

Dari segi jalan cerita, kolumnis film The New York Times Jeannette Catsoulis mengatakan bahwa unsur kekerasan lebih brutal dan menghibur. Adegan perkelahian lebih beragam dan unik sehingga penonton tak sekadar menyaksikan adegan penuh darah. Sadis, namun atraktif dan estetik.

Adegan perkelahian dirancang Stahelski dengan melibatkan koreografi live dari para cast maupun stunt. Menurut dia, hal itu memberikan nilai lebih pada estetika film. Penonton bakal lebih kagum pada atraksi yang sulit dilakukan kebanyakan orang.

Yang tak kalah menarik adalah kemunculan dua aktor Indonesia, Cecep Arif Rahman (shinobi 1) dan Yayan Ruhian (shinobi 2). Peran mereka bisa dibilang cukup penting. Bahkan, keduanya punya scene khusus dengan Reeves.

Berbekal kemampuan silat dan pengalaman bermain di film action, mereka bisa mengimbangi performa Reeves. Sebelum syuting, keduanya berlatih intens dengan Reeves untuk membangun chemistry yang kuat dan seimbang.

Penggunaan bahasa Indonesia dan pencak silat membuat film tersebut makin nyambung dengan penonton Indonesia. Ide itu dicetuskan Reeves dan Stahelski. ’’Karena kami memasukkan silat, mereka menilai harus ada bahasa Indonesia,’’ ungkap Cecep.

Setelah pertarungan tiada henti, akhir film mungkin terasa menggantung. Hal itu rupanya berkaitan dengan rencana Stahelski untuk membuat instalasi keempat John Wick. Apakah Yayan dan Cecep kembali ikut? ’’Wah, belum tahu,’’ kata Yayan, lantas tersenyum. (len/c18/jan)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puasa Pertama Tanpa Virgion

Minggu, 17 Maret 2024 | 20:29 WIB

Badarawuhi Bakal Melanglang Buana ke Amerika

Sabtu, 16 Maret 2024 | 12:02 WIB
X