SAMARINDA- Pemprov Kaltim tampaknya belum tertarik menerbitkan obligasi sebagai alternatif pendanaan dalam melanjutkan proyek infrastruktur di Bumi Etam. Pasalnya hingga saat ini mereka belum menunjukkan keseriusan mencari modal di pasar saham seperti daerah lain, salah satunya Jawa Timur.
Diketahui, saat ini pemda memiliki alternatif mendapatkan pembiayaan selain dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) maupun APBD melalui obligasi. Obligasi daerah merupakan surat utang yang diterbitkan pemda yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum di pasar modal.
Obligasi daerah bersifat jangka panjang, yakni lebih dari lima tahun, dalam mata uang rupiah. Ada beberapa daerah yang sudah mengajukan obligasi untuk infrastruktur antara lain Pemprov Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan.
Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan, hingga sekarang pihaknya belum mau mengikuti langkah daerah lain yang sudah menerbitkan surat utang. Sebab dia menilai dana saat ini masuk cukup untuk membiayai seluruh pembangunan infrastruktur. “Kita belum ada terpikir mau obligasi, karena kalau APBD tidak cukup kita minta dari pusat untuk membiayai proyek-proyek pembangunan lain,” ujarnya, Rabu (22/5).
Dia mengungkapkan, menerbitkan obligasi belum menjadi prioritas. Meski biasanya pembangunan infrastruktur dengan skema obligasi jauh lebih transparan karena utang tersebut langsung disalurkan langsung kepada kontraktor, untuk pembangunan dan memiliki pengawasan ketat. “Kita belum ke arah sana, mungkin nanti kalau sudah sangat dibutuhkan baru kita akan terbitkan obligasi,” pungkasnya.
Terpisah, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, membangun infrastruktur dengan cara menerbitkan surat utang dapat menyebabkan ketidakstabilan kondisi ekonomi. Di Indonesia, surat berharga Negara (SBN) yang dimiliki asing terus mendominasi sejak 2014. Saat ini, total SBN yang dipegang asing sudah mencapai 39,5 persen.
“Untuk daerah, obligasi daerah memang bernilai strategis dalam pembangunan. Namun, pemda harus hati-hati karena sifatnya utang komersial. Jadi akan ada jatuh tempo untuk membayar utang,” katanya saat dihubungi Kaltim Post.
Dia menjelaskan, dalam penerbitan obligasi daerah, ada serangkaian persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut mencakup persiapan di daerah, pertimbangan Menteri Dalam Negeri, pengajuan usulan kepada Menteri Keuangan, kemudian dilanjutkan oleh persiapan registrasi kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Melalui obligasi daerah, tentu dana yang diperoleh dapat digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur. Jika Kaltim merasa belum butuh, wajar jika tidak menerbitkan seperti daerah lain yang sudah melakukan obligasi,” pungkasnya. (*/ctr/ndu)