Partisipasi Pemilih Melonjak, Tertinggi sejak Pemilu 2004

- Rabu, 22 Mei 2019 | 11:25 WIB

JAKARTA – Pemilu 2019 menghasilkan sejumlah kejutan. Salah satunya adalah tingkat partisipasi yang melonjak jauh dibanding pemilu edisi sebelumnya. Fakta tersebut melebihi ekspektasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu. Juga mematahkan pesimisme para pengamat yang justru khawatir partisipasi pemilih bakal turun.

Berdasar hasil rekapitulasi nasional KPU kemarin (21/5), partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 menembus angka 81 persen. Untuk pilpres, partisipasi mencapai 81,97 persen. Tidak kurang dari 158.012.506 pemilih menggunakan hak pilihnya di TPS. Sedangkan pileg menghasilkan partisipasi 81,69 persen. Ada 157.475.213 pemilih yang menggunakan hak pilih di pileg anggota DPR.

Dari sisi pilpres saja, ada peningkatan jumlah pemilih yang signifikan untuk tiap-tiap paslon. Dalam hal ini Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo Subianto. Pada Pilpres 2014 Jokowi memperoleh 70.997.851 suara saat menggandeng Jusuf Kalla (JK) sebagai cawapres. Tahun ini Jokowi mendapat 85.607.362 suara saat berpasangan dengan Ma’ruf Amin. Naik 14.609.511 suara.

Sementara itu, Prabowo memperoleh 62.576.444 saat menggandeng Hatta Rajasa sebagai cawapres pada Pilpres 2014. Tahun ini suara Prabowo naik menjadi 68.650.239 saat berpasangan dengan Sandiaga Salahuddin Uno. Peningkatannya mencapai 6.073.795 suara.

Sejak awal KPU tidak berani mematok target tinggi untuk partisipasi pemilih. Sebab, partisipasi pada pemilu sebelumnya anjlok. ”Target kami partisipasi pemilih 77,5 persen,” ucap Ketua KPU Arief Budiman. Dengan hasil pemilu yang menunjukkan peningkatan partisipasi, target tersebut telah resmi terlampaui.

Sebagai perbandingan, pada Pilpres 2014, partisipasi pemilih hanya mencapai 69,58 persen. Sementara partisipasi Pileg 2014 mencapai 75,1 persen. Sejak Pemilu 2004, partisipasi pilpres mengalami tren penurunan. Sedangkan partisipasi pileg mengalami penurunan sejak Pemilu 1999, tapi naik lagi pada Pemilu 2014 (lihat grafis).

Tingginya partisipasi pemilih disambut baik sejumlah kalangan. Salah satunya pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay. Menurut dia, peningkatan partisipasi tersebut merupakan pertanda baik bagi demokrasi Indonesia.

Hadar menjelaskan, faktor utama meningkatnya partisipasi pemilih adalah kualitas kompetisi. Meskipun kali ini kandidatnya sama, khususnya pada pilpres, kompetisinya begitu ketat. ”Masing-masing berusaha mendukung calon yang disukai sehingga partisipasi menjadi tinggi,” terangnya kemarin.

Faktor penentu lainnya adalah keserentakan pemilu. Menurut Hadar, biasanya orang akan berpartisipasi pada kompetisi pemilu yang dia sukai. Pada pileg trennya cenderung naik karena pesertanya banyak dan lebih dekat dengan pemilih di akar rumput. Sebagian dari mereka golput di pilpres saat pemilu masih dipisah.

Pun demikian penyuka pilpres. Sebagian dari mereka golput di pileg saat pemilu belum serentak. ”Kalau disatukan, satu saja yang menarik, maka dia akan datang untuk semua (pemilihan),” lanjut mantan komisioner KPU itu.

Saat ke TPS, pemilih akan diberi lima surat suara sehingga partisipasi di jenis pemilihan lain yang sebenarnya tidak dia sukai tetap meningkat. Karena itu, menurut Hadar, hal baik yang terkait dengan partisipasi pemilih perlu dilanjutkan.

”Keserentakan pemilu ini perlu dipertahankan,” tuturnya. Pemilu yang diadakan dua kali setahun cenderung membuat sebagian pemilih malas untuk datang ke TPS. Dengan menyatukan pemilu, pemilih cukup datang satu kali ke TPS. (byu/c9/fat)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB
X