KPPU Pantau Tarif Baru, Awasi Potensi Kartel

- Kamis, 16 Mei 2019 | 13:43 WIB

JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyambut baik keputusan pemerintah menurunkan tarif batas atas (TBA) tiket pesawat. Mereka kini meminta maskapai penerbangan segera menyesuaikan tarif dengan keputusan tersebut.

Komisioner KPPU Chandra Setiawan menuturkan, penyesuaian TBA seharusnya berdampak pada harga tiket pesawat. ’’Maskapai bisa anytime (kapan saja, Red) mengubah tarifnya. Harusnya harga tiket itu turun,’’ katanya saat ditemui di sela diskusi pemindahan ibu kota oleh President University di Jakarta kemarin (15/5).

Dengan penurunan tarif tersebut, Chandra berharap tiket pesawat lebih terjangkau masyarakat. Apalagi, saat Ramadan sampai Lebaran nanti, kebutuhan atau permintaan tiket pesawat semakin besar.

Dia menyatakan, KPPU terus memantau implementasi penerapan tarif tiket pesawat tersebut. KPPU berharap tetap ada persaingan harga tiket di antara maskapai penerbangan. Artinya, KPPU tidak mengharapkan seluruh airlines atau maskapai penerbangan kompak menerapkan tarif tertentu.

Misalnya, sama-sama memasang tarif di batas atas semua. Atau, meski tidak sampai di tarif batas atas, ada kesepakatan menetapkan tarif di angka tertentu. Chandra menegaskan hal itu dilarang. ’’Artinya, itu bisa dikatakan merupakan indikasi kartel. Itu dilarang undang-undang,’’ katanya.

Dia menegaskan kepada seluruh maskapai supaya tetap bersaing secara sehat dalam mematok tarif tiket pesawat. Misalnya, tidak menjual seluruh kursi atau seat dengan harga tertentu yang mendekati batas atas. Namun, ada jatah persentase tertentu yang dijual dengan harga lebih murah.

Chandra menuturkan, KPPU saat ini menyelidiki melonjaknya harga tiket pesawat di seluruh maskapai penerbangan nasional. Sampai saat ini investigasi masih berlangsung.

Menurut dia, penurunan harga tiket pesawat oleh maskapai penerbangan bukan hal mustahil. Apalagi, sudah ada penyesuaian dalam beberapa elemen terkait dengan penerbangan. Mulai harga avtur sampai biaya yang terkait dengan layanan maskapai di bandara. ’’Mau tidak mau, cost (biaya, Red) bisa ditekan atau diefisienkan,’’ ungkapnya.

Sementara itu, Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Polana B. Pramesti menyatakan, regulasi baru tentang TBA sudah berada di meja menteri perhubungan. Pembahasan tarif baru sudah selesai. Tinggal menunggu pengesahan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

’’Mungkin (keluar, Red) hari ini. Nunggu Pak Menteri,’’ ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian Perhubungan. Ketika ditanya berapa tarif yang turun dan rute mana saja, Polana enggan menjawab.

Direktur Niaga Garuda Indonesia (GI) Pikri Ilham Kurniansyah mengungkapkan, maskapainya mendukung penurunan TBA. Dia optimistis tahun ini tetap meraih laba seperti pada kuartal I 2019. Saat itu GI mendapat keuntungan USD 19,7 juta. ’’Kalau TBA turun, pasti ada dampak dalam pendapatan. Sebagai pebisnis, harus pandai,’’ tegasnya kepada Jawa Pos kemarin.

Dia menyatakan, tiket bukan satu-satunya sumber pendapatan GI. Pikri menjelaskan, manajemen GI sudah melakukan antisipasi penurunan TBA. Secara organisasi, GI telah melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah direksi dan komisaris. Semula ada delapan direksi, lalu dikurangi menjadi tujuh. ’’Direksi sudah tidak menggunakan kendaraan dinas. Dinas keluar pun tidak ada uang perjalanan dinas,’’ tuturnya.

GI juga mulai mengurangi fasilitas dan memilah konsumen. Untuk kelas low cost carrier (LCC), penerbangan akan diarahkan ke grup lain, Citilink atau Sriwijaya. Ada kemungkinan juga maskapai pelat merah itu mengurangi rute. Namun, rencana tersebut masih menunggu keputusan Ditjen Perhubungan Udara terkait dengan TBA anyar. ’’Kalau harus menutup rute dan mengurangi layanan, masyarakat harap maklum. Ini untuk jangka panjang,’’ ucap Pikri.

Pendapatan lain yang akan digenjot adalah kargo, iklan, dan sponsor. ’’Dengan harga turun, ada kemungkinan demand naik,’’ katanya. Ketika jumlah penumpang naik, meski keuntungan maskapai tidak besar, diharapkan tetap ada pendapatan yang bisa menyokong bisnis penerbangan.

Pikri juga berharap ada sharing dari pengusaha penginapan dan makanan ketika mereka mendapat keuntungan. ’’Sebelumnya omzet hotel turun, maskapai mulai untung. Sekarang hotel diharapkan naik (demand-nya). Jadi, ada sharing profit,’’ tuturnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB
X