Tiket ke Luar Negeri Malah Lebih Murah

- Selasa, 14 Mei 2019 | 14:27 WIB

JAKARTA – Nayak Ambrosius Mulait harus kembali membayar uang semester lantaran gagal menjalani ujian tesis. Bukan karena malas, melainkan harga tiket pesawat yang tidak dapat dia jangkau.

Minggu (12/5) kemarin, dia seharusnya ke Jayapura. Dia perlu bertemu dengan ketua KPU Provinsi Papua dan gubernur Papua untuk keperluan tesisnya. Namun, rencana itu harus ditunda karena tidak mampu membayar tiket pesawat. “Saya lihat Batik Air (harganya) Rp 4 jutaan dan Lion Air Rp 3,9 juta,” ungkapnya seperti dikutip dari Jawa Pos.com, Senin (13/5).

Kesialan akibat harga tiket yang melambung itu bukan yang pertama dialami Ambrosius. Natal tahun lalu dia terpaksa tidak pulang ke kampung halamannya, Wamena. Ibunya yang seorang pedagang hasil kebun hanya mengirimi uang Rp 4 juta untuk pulang. Padahal, harga tiket pesawat sudah Rp 12 juta. Itu pun sampai Jayapura.

Untuk bisa ke Wamena, dia harus merogoh kocek Rp 2 juta lagi. “Saya disuruh naik kapal saja. Namun, Jakarta-Jayapura itu satu minggu perjalanan, lama,” kata pria 24 tahun tersebut.

Menurut dia, tiket pesawat yang mahal tidak hanya memengaruhi mobilitas warga. Harga barang di Papua juga terimbas. Dia menceritakan pekan lalu telepon dengan seorang teman di Lanijaya. Temannya ingin mendirikan kios, tapi terhambat harga semen. “Kata teman saya, harga semen sampai Rp 6 juta (per sak, Red),” ungkapnya.

Keluhan terhadap tingginya harga tiket pesawat juga datang dari Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Jawa Timur. Omzet pelaku industri agen perjalanan bahkan turun hingga 50 persen. Bahkan, tidak sedikit konsumen yang membatalkan rencana berlibur dengan moda transportasi pesawat.

Ketua Asita Jatim Arifudinsyah menuturkan, dampak tiket pesawat yang mahal memang sangat luar biasa. “Sepi sekali. Banyak paket tur yang telah direncanakan konsumen batal semua. Tidak dimungkiri elemen tiket itu sangat penting,” ujarnya Minggu (12/5).

Dia mengungkapkan, seluruh rute domestik sepi peminat. Tidak terkecuali rute-rute sibuk seperti Jakarta-Surabaya yang demand-nya menurun. “Jika di-compare, ambang paling rendah untuk tiket pesawat dulu hanya Rp 400 ribu. Tapi, sekarang batas rendahnya sekitar Rp 900 ribuan. Jadi, jangan heran kalau sekarang tiket Surabaya-Jakarta tinggi,” tegasnya.

Arif menyebutkan, harga tiket pesawat ke Papua dari Surabaya juga melonjak signifikan. Dulu hanya di kisaran Rp 5 juta. “Tapi, kini menyentuh angka Rp 18 juta,” ujarnya. Ironisnya, harga tiket pesawat ke luar negeri justru lebih murah jika dibandingkan dengan rute domestik. Dia mencontohkan tiket Padang-Jakarta yang lebih mahal daripada Padang-Kuala Lumpur-Jakarta.

Menurut Arif, perkiraan harga tiket Padang-Jakarta Rp 1,8 juta-Rp 2,8 juta. Sementara itu, harga dari Padang-Kuala Lumpur-Jakarta hanya Rp 800 ribu. “Mindset warga Indonesia sekarang, murahan ke luar negeri. Jadi, penjualan tiket kami sekarang didominasi oleh luar negeri,” katanya.

Negara tujuan yang diminati untuk pelesir masyarakat Jatim adalah kawasan ASEAN. “Growth-nya cukup bagus untuk sales rute tersebut,” terang Arif.

Asosiasi yang beranggota 300 pelaku bisnis travel agent itu berharap pemerintah bisa mengatasi persoalan tingginya harga tiket pesawat. Sebab, dampak yang ditimbulkan sangat besar. “Tiket pesawat berkaitan erat dengan pariwisata. Kalau pemerintah ingin menggenjot industri tersebut, ya semua ini harus diperbaiki.”

Harga tiket pesawat yang masih mahal memang terus menjadi perbincangan. Pemerintah pernah mewacanakan penurunan tarif batas atas (TBA) sebesar 15 persen. Namun, hingga kemarin hal itu belum diputuskan. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi yang ditanya seusai rapat koordinasi angkutan Lebaran di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, enggan memberi komentar.

Di bagian lain, menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo, seharusnya melejitnya harga tiket juga menjadi tanggung jawab menteri BUMN dan menteri ESDM. Kebijakan tarif tiket untuk maskapai penerbangan Garuda Indonesia menjadi tanggung jawab Kementerian BUMN. Kementerian tersebut merupakan wakil pemerintah yang merupakan pemegang saham korporasi terbesar. “Direksi Garuda Indonesia harus patuh pada kebijakan menteri BUMN jika terkait usaha, bukan Kemenhub,” ucapnya.

Menurut Agus, harga tiket Garuda Indonesia memang menjadi patokan maskapai penerbangan lain, termasuk yang LCC (low cost carrier). “Jadi, kalau harga tiket Garuda naik, semua ikut naik. Garuda pemimpin pasar bagi maskapai domestik lainnya,” ujar dia.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB
X