BEGITUKAH...?? Tambang Dulu Tahura, Baru Bangun Ibu Kota

- Selasa, 14 Mei 2019 | 14:02 WIB

SAMBOJA–Gubernur Kaltim Isran Noor mengusulkan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar), sebagai lokasi ibu kota negara pengganti Jakarta. Kondisi itu menuai penolakan dari berbagai kalangan. Kerusakan hutan jadi salah satu alasan. Namun pertanyaannya, apakah tahura benar-benar masih hutan? Faktanya penambangan ilegal menjamur di hutan konservasi itu.

Kaltim Post kembali menelusuri jejak penambangan ilegal di kawasan Kampung Jawa, Kelurahan Margomulyo, Kecamatan Samboja, Sabtu (11/5). Masuk ke sebuah jalan tambang dari Jalan Poros Samboja-Balikpapan tak perlu jauh untuk menemukan tumpukan batu bara.

Pintu masuk tidak jauh dari Polsek Samboja. Juga banyak pompa minyak milik Pertamina. Masuk sekitar 1 kilometer dari jalan poros, terdapat belasan dump truck dan beberapa truk peti kemas parkir. Tumpukan batu bara menggunung di kawasan itu. Sejumlah pekerja sibuk memasukkan batu bara ke karung.

Masuk lagi sekitar 2 kilometer, ditemukan dua ekskavator tengah berhenti dari aktivitas. Ada beberapa pekerja yang berjaga-jaga di sana. Seorang pekerja menyebut, kawasan itu berada di Kampung Jawa. “Alat (ekskavator) lagi bermasalah. Jadi, kami masih berhenti menunggu perbaikan,” ucapnya.

Dari pantauan media ini, terlihat tanah telah dikelupas. Sehingga batu bara terliat. Tanah yang tadinya bukit berubah jadi cekungan karena dikeruk. Untuk diambil batu baranya. “Ini lahan baru ditambang sekitar sepekan belakangan,” ujar pekerja.

Dari citra satelit yang diperoleh Kaltim Post, kawasan yang ditambang itu masuk Tahura Bukit Soeharto. Dengan titik koordinat 117 1’53 2’E 1’ 1’25 8 S. “Kalau dilihat dari citra satelit, titik koordinat ini masuk tahura,” ucap seorang sumber di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim.

Sementara itu, dari kejauhan sekitar 1 kilometer dari lokasi ini, terdapat empat ekskavator tengah bekerja. Mereka melakukan penambangan batu bara. Media ini terus menyusuri sampai Waduk Samboja. Ditemukan sejumlah penambangan batu bara yang diduga ilegal. Keberadaan tambang ilegal itu sangat mengkhawatirkan bagi kualitas air waduk. Padahal, air waduk menjadi sumber baku air PDAM.

Dari sumber media ini di Samboja, penambangan batu bara di Margomulyo itu sudah berjalan bertahun-tahun. Kerap berhenti, namun kembali ditambang. “Orang yang menambang ya itu-itu saja. Paling bosnya yang berubah,” ungkapnya. Ekskavator yang beroperasi di lokasi tambang diperkirakan mencapai 30 unit. “Semuanya (lokasi tambang) bisa dikata masuk tahura,” sambungnya.

Seorang penambang di lokasi mengakui, penambangan batu bara masuk Tahura Bukit Soeharto. Namun, dia mengaku hanya sebagai penambang. Sementara ada pihak lain yang mengurus administrasinya. “Saya hanya menambang. Tapi untuk urusan di atas (ke pemerintah) ada lagi yang mengurusi,” ucap pria yang enggan namanya dikorankan itu.

Dikonfirmasi Kaltim Post, Kepala UPTD Tahura Bukit Soeharto Rusmadi mengakui kawasan tahura ditambang. Biasanya oknum penambang kerap kucing-kucingan dengan aparat. Terutama saat petugas melakukan razia atau penertiban di lokasi. “Tahura itu sudah rusak sejak lama,” sebutnya saat ditemui di kantornya.

Pria yang akrab dengan media itu tak segan untuk mengajak wartawan dalam patroli. “Biar masyarakat itu tahu. Niat saya mau memperbaiki yang rusak,” ujarnya. Perihal temuan aktivitas tambang batu bara di kawasan Kampung Jawa, Kelurahan Margomulyo, Rusmadi sempat menunjukkan surat yang baru masuk. “Besok (hari ini) anggota akan mengecek,” ujarnya sembari menunjukkan laporan dari pertemuan tersebut.

Kejahatan lingkungan yang sudah terjadi cukup lama, disebutnya bukan tidak ditindak. “Pelan-pelan kami membenahi,” ucapnya dengan nada pelan sembari tangan memegang kepala.

Sudah beberapa kali pula UPTD Tahura melakukan penindakan khusus. Disebut Rusmadi, metodenya sedikit diubah. Jika mendapat informasi langsung bergerak, kini tidak. UPTD melibatkan POM, Polda Kaltim, dan Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Secara tegas dia menyebut, apapun bentuk tambang di area tahura, itu tidak benar. Menjelaskan lebih jauh, tentang operasi yang hanya dilakukan jajarannya.

UPTD Tahura sering dianggap dagelan oleh pelaku mafia emas hitam. “Cuek saja mereka. Enggak bisa juga kami melawan, karena tidak dilengkapi senjata,” tuturnya. Berbeda jika patroli bersama instansi lain. “Tapi sering bocor. Heran juga,” ungkapnya.

Padahal, operasi bersama itu kerap tak diketahui arahnya. Jadi, yang banyak ditemui hanya alat berat untuk pengupasan atau mengeruk batu bara. Menjadi catatan, yakni perihal luasan Tahura Bukit Soeharto. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri LHK Nomor 270 Tahun 1991, luas tahura sekitar 61.850 hektare. Pada 2009, diperluas menjadi 67.766 hektare sesuai SK Nomor 577. Nah, pada 2017, SK Nomor 1231, mengecil menjadi 64.814,98 hektare luasnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X