BALIKPAPAN-Pemenang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019 di Kaltim sudah dipastikan milik Golkar. Menguasai 12 di antara 55 kursi di Karang Paci, partai berlambang pohon beringin itu mengulang kesuksesannya di Pileg 2014.
“Keberhasilan Golkar itu sejalan dengan perolehan suara secara nasional,” ujar pengamat politik Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Sonny Sudiar, kemarin (10/5). Sonny menganggap fenomena itu menjadi bukti Golkar solid meski diterpa sejumlah kasus korupsi.
Ini pula membuktikan Golkar merupakan partai politik yang sudah matang. Meski tidak pernah merasakan pucuk tertinggi pemerintahan, yakni presiden sejak era reformasi, namun dengan memosisikan diri menjadi pro pemerintah, membuat partai ini ikut merasakan efek positif. “Puncaknya pada 2014, Golkar merasakan manisnya berada di kubu pemerintah. Ada Jokowi effect yang menyedot simpati masyarakat,” kata Sonny.
Keputusan gemilang juga dirasakan begitu Airlangga Hartato menjadi ketua umum menggantikan Setya Novanto yang tersandung kasus korupsi. Airlangga yang kemudian memutuskan Golkar berada di barisan pemerintah membuat elektabilitas partai meningkat.
Sejarah memang mencatat Golkar tak pernah secara permanen menjadi partai oposisi. “Hasilnya, banyak kadernya yang mengisi di kabinet. Kemudian ditambah di parlemen menjadi modal mereka bertarung di Pemilu 2019,” ungkapnya.
“Jokowi effect” yang dibawa Golkar itu lantas menular hingga daerah. Termasuk di Kaltim. Jadi tidak salah jika dalam periode Jokowi berkuasa, suara Golkar akan cenderung meningkat. Pun jika memang Jokowi kembali memenangkan Pilpres 2019, Golkar bakal menerima dampak yang luar biasa. Baik di eksekutif dan legislatif. “Di daerah pun keberadaan kader ternama ikut mendongkrak suara,” katanya.
Yang dimaksud Sonny adalah masuknya keluarga Mas’ud. Rudy Mas’ud sebagai calon legislatif (caleg) terpilih di DPR RI, lalu Hasanuddin Mas’ud sebagai caleg terpilih di DPRD Kaltim dan Rahmad Mas’ud sebagai wakil wali kota Balikpapan menambah keuntungan bagi Golkar. “Mungkin dengan adanya keluarga Mas’ud ini akan menjadi warna baru di Golkar,” sebutnya.
Ditambah dengan tokoh-tokoh seperti Makmur HAPK dan Andi Harahap yang pernah menjadi kepala daerah di masing-masing daerah pemilihannya, serta Mahyunadi yang mengunci suara dari kalangan masyarakat tradisional. “Dan saya prediksi Pak Makmur HAPK yang mendapat kursi ketua DPRD Kaltim,” ucap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unmul itu.
Dengan hasil Pileg 2019, Sonny memastikan manuver partai untuk menghadapi kontestasi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 hingga Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2023. Namun sayangnya, dia tak melihat Golkar memiliki figur dengan elektabilitas tinggi untuk diusung menjadi calon kepala daerah. Kecuali pilwali di Balikpapan dengan Rahmad Mas’ud sebagai calon wali kota, Golkar disebutnya miskin figur calon pemimpin.
“Jokowi effect” memang menguntungkan Golkar. Namun, PDIP disebut yang paling merasakannya. Sebab, dari hasil perolehan suara, PDIP berhasil menambah kursi. Baik di Karang Paci–sebutan Kantor DPRD Kaltim di Samarinda, maupun Senayan. “Tapi seperti Golkar, PDIP belum punya figur yang mampu diusung untuk pemilihan kepala daerah,” imbuhnya.
Hasil berbeda dirasakan Hanura. Meski berada di kubu Jokowi, sejak peralihan ketua umum dari Wiranto ke Oesman Sapta Odang, popularitas Hanura menurun. Ditambah dengan masuknya partai-partai baru dengan kekuatan finansial yang lebih besar, membuat suara Hanura tertekan.
“Hanura sedikit beruntung. Namun dengan masuknya Perindo dan Berkarya, ditambah PSI, Hanura harus berbenah dan melakukan konsolidasi ulang untuk memperkuat basis suaranya,” ucapnya.
Hanura memang terperosok. Sempat memiliki empat kursi di Pileg 2014, tahun ini partai rintisan Wiranto itu hanya menyisakan Muhammad Adam untuk duduk di Karang Paci. Membuat Hanura harus berkoalisi dengan fraksi lain. Misalnya dengan NasDem dan Demokrat yang sama-sama tak memenuhi kuota untuk membentuk sebuah fraksi sendiri. “Tapi ini bergantung pada kebijakan partai,” ungkap Adam. (rdh/rom/k16)