Hakim Kayat Bakal Diberhentikan

- Senin, 6 Mei 2019 | 11:38 WIB

JAKARTA-Penetapan hakim Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan Kayat sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan mata rantai korupsi di dunia peradilan masih kuat. Mahkamah Agung (MA) dituntut bekerja lebih ekstra untuk memutus rantai tersebut.

“Sejak era kepemimpinan Hatta Ali (ketua MA), sudah ada 20 hakim terlibat praktik korupsi,” kata Kurnia Ramadhana, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), kemarin (5/5).

Tahun lalu, ada empat hakim yang ditetapkan tersangka KPK. Yakni, hakim ad hoc PN Medan Merry Purba, hakim PN Tangerang Wahyu Widya Nurfitri, hakim PN Semarang Lasito, serta dua hakim PN Jakarta Selatan; Iswahyu Widodo dan Irwan.

Kurnia mengatakan, berulangnya penangkapan hakim oleh KPK menunjukkan adanya persoalan serius di sistem pengawasan MA yang diatur dalam Peraturan MA (Perma) Nomor 8/2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.

“Penting untuk merumuskan ulang grand design pengawasan. Bahkan jika diperlukan dapat melibatkan KPK sebagai pihak eksternal,” kata Kurnia. Sebelumnya, ICW pernah memetakan pola korupsi di peradilan. Yakni, saat pendaftaran perkara, penentuan majelis hakim, hingga pengambilan putusan.

Sejauh ini, tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja pengadilan memang belum memuaskan. Merujuk kajian Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2018, sektor pengadilan berada di tiga besar lembaga rawan korupsi. “Atas kejadian ini, ICW menuntut Hatta Ali mengundurkan diri,” tegas Kurnia.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro menyatakan, pihaknya bukan tidak serius melakukan pembinaan dan pengawasan hakim. Sepanjang 2017-2018, kata dia, MA telah mencanangkan tahun pembersihan oknum aparat peradilan yang melakukan perbuatan tercela. “MA tidak main-main melakukan pembersihan dengan melibatkan KPK. Itu dilakukan untuk menangkap dan menindak oknum yang melakukan suap dan jual beli perkara,” terang Andi.

MA bersikap tegas terhadap hakim yang ditangkap KPK karena kedapatan menerima suap Rp 100 juta dari pihak berperkara itu. Sanksinya, Kayat akan diberhentikan sementara sebagai hakim. “Kami akan usulkan ke ketua MA sambil perkaranya berjalan,” ucap Andi.

Andi mengatakan, sikap tegas itu diambil menyusul adanya pengumuman resmi dari KPK bahwa Kayat termasuk satu di antara tiga tersangka kasus suap, yang diungkap KPK lewat OTT di PN Balikpapan pada Jumat (3/5). Ini juga merupakan tanggapan bahwa MA takkan memberi ampun terhadap pegawai yang menyimpang. “Bagi yang tidak bisa dibina terpaksa akan ‘dibinasakan’. Agar virusnya tidak menyebar ke yang lain,” tegas Andi.

Sebagai pimpinan tertinggi hakim di Indonesia, lanjut Andi, Ketua MA Hatta Ali dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan tidak akan memberi toleransi kepada pegawai yang terbukti telah melanggar aturan. Untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan pegawai, pihaknya telah menerbitkan peraturan dan maklumat.

Meski citranya kembali tercoreng dengan ditangkapnya Kayat oleh KPK, pihaknya optimistis, kejadian tersebut tidak akan menyurutkan langkah MA untuk berbenah diri. “Kami optimistis meski dinodai perilaku segelintir aparatur peradilan yang merendahkan wibawa dan martabat peradilan. Tapi tidak akan menyurutkan kerja keras kami untuk berbenah,” tambahnya.

Soal adanya kerja sama pencegahan korupsi antara KPK-MA dibenarkan Wakil Ketua KPK Laode Syarif saat jumpa pers OTT hakim Kayat pada Jumat lalu. Dikatakan, sudah setahun ini, pihaknya serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dilibatkan dalam perbaikan administrasi dan tata kelola bidang peradilan. Namun, dalam pelaksanaannya, tak semua hakim mau menaati apa yang telah digariskan.

Buktinya, di dalam mobil Kayat terdapat uang Rp 100 juta yang diduga merupakan uang suap dari hasil menjatuhkan putusan lepas kepada Sudarman, yang merupakan terdakwa kasus pemalsuan dokumen pertanahan. Adanya pertemuan antara pengacara Sudarman (Jhonson Siburian) dan Kayat di luar persidangan, menurut Laode, dari sisi kode etik jelas merupakan pelanggaran berat.

Apalagi kemudian didapati uang Rp 100 juta dan Rp 28,5 juta tersimpan di tas milik Kayat yang diduga kuat merupakan uang haram. Laode menambahkan, penyidik masih menggali informasi apakah uang Rp 28,5 juta tersebut merupakan bagian dari komitmen Rp 500 juta yang akan diberikan Sudarman.

Sebab, uang yang diserahkan Sudarman ke Jhonson seharusnya Rp 200 juta. Namun saat penyerahan suap dilakukan di lapangan parkir PN Balikpapan bersama Rosa Isabela (asisten Jhonson), uang yang disimpan dalam mobil Kayat hanya Rp 100 juta.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X