PROKAL.CO,
SENJA belum benar-benar menepi saat Turaya dipaksa beranjak dari tempat dia duduk. Di bawah sirap emper rumahnya, perempuan 30 tahun itu mesti sudah harus bergegas bangun. Sebelum mentari berganti gulitanya malam, perempuan asal Desa Bumi Etam, Kecamatan Kaubun, Kutai Timur (Kutim), itu mesti harus menerangi bilik-bilik rumahnya dengan lampu.
Setelah beranjak dari tempat dia duduk, Turaya melangkah ke arah dapur rumahnya. Setiba di dapur, perempuan berkulit sawo matang itu dengan cekatan menarik mesin genset yang tersimpan di balik pintu dan berupaya menyalakannya.
Perlu waktu lima hingga enam menit lamanya bagi Turaya menghidupkan genset tipe FPG-1500L itu. Maklum, mesin genset bekas dengan kapasitas 1 kilovolt ampere (kVA) itu dibeli sekitar dua tahun lalu oleh suaminya, Ridwan, dari seorang karyawan perusahaan.
Meski mulai uzur, bagi ibu dua anak itu, mesin genset yang dibeli seharga Rp 1,5 juta tersebut amat berharga. Dari mesin itu, setidaknya pasangan suami-istri asal Bima, Nusa Tengara Barat (NTB), itu dapat melewati separuh malam tanpa dipayungi gelap gulita.
Turaya bercerita, bagi warga Desa Bumi Etam, hidup dalam keterbatasan aliran listrik sudah menjadi hal yang begitu lumrah. Karena yang demikian bukan terjadi setahun atau dua tahun ini. Melainkan sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya.
“Listrik PLN di sini belum masuk. Kami semua rata-rata menggunakan mesin genset pribadi kalau mau menyalakan lampu. Kalau saya pakai genset standar untuk menyalakan dua hingga tiga lampu. Sama untuk menarik air,” kata dia.