Perlambatan Ekonomi Indonesia dan Peningkatan Kompetensi ASN

- Senin, 22 April 2019 | 10:36 WIB

 Oleh : Dewi Sartika, SE, MM

Peneliti Pusat Pelatihan dan Pengembangan dan Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah

 

Beberapa waktu ini Negara kita tengah mengalami perlambatan ekonomi, kondisi ini merupakan salah satu indikator awal akan munculnya krisis ekonomi yang sewaktu-waktu dapat melanda Bangsa Indonesia.

15 tahunlalu, tahun 1997 kita tentu ingat bagaimana krisis moneter memporak-porandakan setiap sendi kebangsaan kita. Dimana krisis ekonomi saat itu memicu krisis politik yang bermuara pada krisis sosial di masyarakat. Kita tentunya tidak ingin hal itu terulang kembali, terlalu mahal pengorbanan yang harus dikeluarkan untuk menata kembali republic ini hingga seperti sekarang.

Lesunya perekonomian Indonesia sebenarnya juga dialami banyak Negara di dunia. Setidaknya ada beberapa factor yang menjadi pemicu krisisi yang terjadi secara global. Dimulai dari bangkrutnya perekonomian di Yunani, naiknya tingkat suku bunga di Amerika serta devaluasi mata uang Yuan China.

Kondisi tersebut secara tak langsung mempengaruhi neraca ekspor dan impor setiap Negara yang memiliki hubungan dagang dengan Negara tersebut. Selain ekspor dan impor terdapat variabel lain yang dapat menopang perekonomian suatu Negara yakni tingkat investasi usaha dan besaran pengeluaran pemerintah (government expenditure).

Dua varian inilah yang diharapkan dapat membantu mengakselerasi perekonomian Indonesia ditengah neraca perdagangan Indonesia yang sedang defisit. Sedangkan menurut KADIN Indonesia, dapat dilakukan dengan membuka moratorium ekspor di sektor perikanan dan kelautan sebagai langkah strategis untuk meningkatkan arus barang keluar.

Bial dicermati lebih jauh, tampaknya kondisi investasi di Indonesia lebih didominasi oleh factor sentiment pasar dibanding aspek fundamentalnya. Pelaku pasar modal cenderung bertindak pragmatis dengan melakukan wait and see terhadap langkah kebijakan ekonomi pemerintah. Mereka tidak akan berspekulasi dalam investasi yang dianggap beresiko.

Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan trust dan sentiment positif pasar adalah dengan kebijakan reshuffle cabinet di sektor perekonomian beberapa waktu lalu. Namun nampaknya hal ini kurang mendapat respon dan diapresiasi pasar. Indeks harga saham gabungan (IHSG) masih pada level negative, sementara nilai tukar rupiah kian melemah di level IDR 14 ribu terhadap USD.

Hal yang menjadi langkah strategis selanjutnya adalah dengan mengoptimalkan serapan APBN sebagai government expenditure. Memasuki kuartal III, seharusnya separuh lebih anggaran Negara sudah dapat terserap dalam belanja pembangunan. Tetapi tampaknya sebagaimana kebiasaan tahun sebelumnya, belanja pembangunan selalu berjalan lambat dan menghasilkan SILPA yang menjadi beban kerja pada tahun berikutnya. Tentu ada yang perlu dibengi dari permasalahan ini.

Beberapa factor rendahnya serapan anggaran dapat dilihat dari aspek penyelenggara Negara yakni pihak yang memiliki kewenangan dalam membelanjakan dana tersebut. Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan program pembangunan. Salah satu faktor yang diduga berkontribusi didalamnya adalah kebijakan Undang-Undang ASN yang baru, dimana menerapkan open bidding dalam proses rekrutmen jabatan structural eselon II ke atas.

Kebijakan ini memungkinkan setiap pejabat lintas sektor untuk berkompetisi menduduki struktur pimpinan suatu instansi pemerintahan. Ichsanuddin Noorsy menyebutkan bahwa kondisi tersebut berpotensi menimbulkan cultural shock pada level yang lebih rendah, lingkungan instansi pemerintahan umumnya memiliki kultur yang terbangun secara turun-temurun, perubahan pada level pimpinan yang tidak berasal dari lingkungan kerja terkait biasanya memerlukan penyesuaian ritme irama kerja.

Problema ini sebenarnya tidak perlu terjadi bilamana setiap aparatur Negara memiliki kompetensi sosio-kultural yang baik, fakta di lapangan menunjukkan bahwa kompetensi ini menjadi salah satu elemen penting untuk ditumbuhkan.

Di sisi lain, kebijakan pemberantasan korupsi kerap menimbulkan tafsiran yang jamak terkait pengelolaan anggaran negara. Sering kali terdapat tumpang tindih pe-makna-an antara pelanggaran administrative dengan tindak pidana korupsi. Kondisi ini menimbulkan kegalauan dari para pejabat pengguna anggaran untuk membelanjakan kas negara, mereka cenderung untuk tidak menggunakan anggaran ketika dianggap berpotensi terdapat masalah didalamnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X