Quick Count Tayang Pukul 15.00 WIB

- Rabu, 17 April 2019 | 14:12 WIB

JAKARTA – Sistem hitung cepat atau quick count pada pemilu tahun ini tidak bisa dipublikasikan segera. Itu sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan tersebut berbeda dengan 2014 lalu saat MK justru membolehkan quick count tayang lebih awal.

Uji materi itu diajukan Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI). Mereka meminta agar MK membatalkan klausul mengenai penayangan quick count di UU Pemilu. Selain AROPI, uji materi itu diusulkan oleh gabungan sejumlah stasiun televisi swasta. ’’Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,’’ ucap Ketua MK Anwar Usman dalam putusannya kemarin (16/4).

Sembilan hakim konstitusi memutus secara bulat. Tidak ada dissenting opinion. Dengan putusan MK itu, publikasi quick count bisa dilakukan paling cepat dua jam setelah tempat pemungutan suara (TPS) di Indonesia Barat ditutup. Artinya, hasil quick count baru boleh dipublikasikan pukul 15.00 WIB. Hal itu diatur dalam pasal 449 ayat (5) UU Pemilu. Pelanggaran terhadap hal tersebut merupakan pelanggaran pidana dan diancam hukuman 1,5 tahun penjara dan denda Rp 18 juta.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim konstitusi menyatakan bahwa aturan publikasi quick count dalam UU Pemilu tidak bisa dimaknai menghilangkan hak masyarakat dalam memperoleh informasi. ’’Hal demikian hanyalah menunda sesaat hak dimaksud demi alasan yang jauh lebih mendasar, yaitu melindungi kemurnian suara pemilih,’’ jelas Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Jika permohonan dikabulkan, quick count akan ditayangkan dua jam sebelum pemungutan suara di Indonesia Barat selesai. ’’(Itu) berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih yang bisa jadi mengikuti pemungutan suara dengan motivasi psikologis,’’ lanjutnya. Yakni, sekadar ingin menjadi bagian dari pemenang. Apalagi, saat ini teknologi informasi sudah memungkinkan quick count disiarkan dengan cepat dan luas.

Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, wajar apabila kali ini putusan MK berbeda dengan kasus yang sama pada periode sebelumnya. Indonesia, tutur dia, menganut sistem civil law atau hukum publik. Civil law tidak terikat secara ketat pada prinsip precedent atau stare decisis. ’’Tentu tidak terdapat hambatan secara doktriner maupun praktik (bagi hakim) untuk mengubah pendiriannya,’’ kata Saldi.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan, ada pertimbangan mengapa MK berbeda pandangan dengan putusan sebelumnya yang membolehkan quick count tayang lebih cepat. UU 7/2017 dipandang memiliki kompleksitas yang sangat berbeda dengan UU pemilu sebelumnya. Yakni, UU 10/2008, UU 42/2008, dan UU 8/2012. ’’Karena UU 7/2017 menyelaraskan, menyederhanakan, dan menggabungkan tiga undang-undang yang mengatur tentang pemilu,’’ terangnya.

Mekanisme penyelengaraan pemilu yang dilaksanakan serentak sejak Pemilu 2019 dengan sendirinya menuntut perubahan karakter budaya politik masyarakat dan partai politik.

Sementara itu, Komisaris Trans Media Ishadi SK menyatakan kepasrahannya atas putusan MK tersebut. ’’ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dan seluruh televisi menerima putusan tersebut,’’ ujarnya. Hanya, ada beberapa hal yang menurut dia masih mengganjal. Yakni, MK dua kali mengabulkan uji materi perkara yang sama.

Menurut dia, quick count adalah perangkat pemilu yang sangat strategis. Diharapkan, televisi bisa menyiarkan secara cepat, tepat, dan akurat. ’’Kami akan bahas secara internal sebelum menyiapkan langkah-langkah berikutnya,’’ kata Ishadi.

Pendiri AROPI Denny JA juga tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Menurut dia, putusan itu mengekang kebebasan akademik. Khususnya, dalam memublikasikan hasil penelitian. ’’Para hakim di Mahkamah Konstitusi saat ini lebih konservatif,’’ ujarnya.

Meski demikian, dia menerima putusan tersebut. ’’Secara teknis, perbedaannya hanya empat jam, dari jam 11.00 dulu (menjadi pukul 15.00),’’ ujarnya. Sebelumnya, pihak lembaga survei bisa memublikasikan data pertama sejak pemungutan suara di wilayah Indonesia Timur selesai. (byu/fal)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X