SAMARINDA-Saat ini harga crude palm oil (CPO) tercatat melemah 2,79 persen selama sepekan. Padahal sejak awal tahun harga minyak kelapa sawit sudah menguat 1,93 persen dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini disebabkan meningkatkan stok di negara penghasil CPO lainnya seperti Malaysia.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Muhammadsjah Djafar mengatakan, saat ini harga minyak kelapa sawit kembali terkoreksi. Padahal sempat menguat pada awal April. Penurunan harga CPO terlihat dari kontrak aktif Juni 2019 maupun kontrak hingga Juli 2020.
“Sesuai prediksi tahun ini harga CPO masih mengalami tantangan. Penurunan pada pertengahan bulan ini disebabkan stok kelapa sawit di negara penghasil lain sedang meningkat,” ujarnya Selasa (16/4).
Dia menjelaskan, pada Maret 2019, Malaysia tercatat memasuki masa panen. Kondisi ini mendongkrak produksi minyak sawit Malaysia sebesar 6,21 persen year on year (yoy). Begitu juga dengan persediaan minyak sawit Malaysia yang tercatat meningkat 24,67 persen menjadi 2,91 juta ton. Dari sisi ekspor, pengiriman dari Malaysia pada Maret meningkat 32,70 persen.
“Stok yang meningkat di Negara tetangga tentunya turut mempengaruhi harga kita di dalam negeri,” ungkapnya.
Menurutnya, namun peluang harga CPO untuk menguat masih ada. Hal ini bisa menopang kinerja emiten sektor ini. Harga CPO masih memiliki peluang meningkat menjelang bulan Ramadan pada awal Mei mendatang. Di sisi lain, kinerja emiten sawit terlihat baik karena ekspor CPO Indonesia selama 2018 meningkat 7,85 persen menjadi 34,70 juta ton. Peningkatan konsumsi domestik turut mendorong perbaikan stok persediaan yang berada di level 3,26 juta ton.
“Peningkatan harga juga berasal dari upaya pemerintah dalam penggunaan biodesel 20 persen. Tahun ini, rencananya akan dilakukan alokasi volume untuk pengadaan biodesel sebanayk 6,20 juta kilo liter,” ungkapnya.
Dia mengatakan, meskipun Kaltim belum ikut memasok B20 namun peningkatan permintaan domestik bisa turut mendongkrak harga. Belum lagi jika terjadi penurunan persediaan karena faktor cuaca akan membuat perubahan harga ke arah yang lebih baik.
“Meskipun harga fluktuatif akan membuat perubahaan regulasi permintaan dari Negara pengimpor. Jika ada penurunan permintaan daerah seperti Kaltim yang kebanyakan mengimpor akan terdampak,” pungkasnya. (*/ctr)