KPU-Bawaslu Bela PPLN Sydney

- Selasa, 16 April 2019 | 11:42 WIB

Coblosan di Sydney, Australia, (13/4) berlangsung ricuh. Banyak pemilih yang gagal mencoblos karena tempat pemungutan suara (TPS) ditutup. Namun, KPU dan Bawaslu menganggap keputusan yang diambil Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) sudah tepat.

PPLN Sydney memutuskan menghentikan pemungutan suara pukul 18.00 waktu setempat. Warga yang datang di atas jam tersebut tidak diperkenankan menggunakan hak pilihnya. Menurut Ketua Bawaslu Abhan, penutupan TPS merupakan prosedur yang memang disarankan. Persis seperti aturan pemungutan suara di dalam negeri.

Dia menjelaskan, pemungutan suara di luar negeri (LN) memiliki batas waktu. Namun, PPLN biasanya menambah waktu karena banyak warga yang masih melakukan aktifitas sehari-hari. "Kejadian di Sydney itu sama seperti yang terjadi di Hongkong. Saya kemarin (Minggu, (15/4) Red) ke sana," ucapnya ketika ditemui Jawa Pos kemarin (16/4) di Kantor Kemenkopolhukam.

Menurut dia, TPS di Hongkong dibuka pukul 08.00. Pagi itu juga, beberapa WNI berkumpul di beberapa lokasi TPS. PPLN memberikan waktu selama 11 jam untuk memilih. Pada pukul 19.00, pendaftaran coblosan dihentikan. Tidak ada warga yang boleh mendaftar lagi. Tak disangka, beberapa menit kemudian serombongan warga datang ke TPS. Mereka memaksa mendaftar sebagai pemilih. Mereka adalah pemilih yang kemudian diklasifikasikan masuk daftar pemilih khusus (DPK). Beberapa orang hanya membawa paspor atau e-KTP untuk mendaftar. "Tapi tetap kami tutup," tegas Abhan.

Ketua KPU Arief Budiman juga membenarkan keputusan PPLN Sydney. Dia mengatakan, pada dasarnya, aturan coblosan di luar negeri tidak jauh berbeda dengan dalam negeri. Pemilih tidak boleh hadir di luar jam yang ditentukan. "Kalau di dalam negeri, last order yang kami layani adalah mereka yang datang tepat pukul 13.00. Selain itu kami tutup," tegas Arief.

Dia menegaskan, ada tiga komponen yang ikut andil dalam coblosan. Yakni, penyelenggara, peserta, dan pemilih. Para pemilih tidak bisa seenaknya datang terlambat, lalu memaksa dua komponen lain mematuhi aturan. Meski demikian, Arief tetap meminta PPLN Sydney berkoordinasi dengan Bawaslu. Tujuannya untuk menentukan sikap atas banyaknya pihak yang protes.

Sementara itu, permasalahan surat suara tercoblos di Malaysia masih bergulir. Investigasi terhadap kasus tersebut kini ditangani Polisi Diraja Malaysia (PDRM) dan Polri. Mereka akan menyelidiki keaslian ribuan surat suara yang ditemukan panwaslu Malaysia di gudang kosong tersebut.

Kesepakatan kerja sama tersebut dijalin pukul 14.00 kemarin. PDRM dan Polri bertemu untuk memulai investigasi. Begitu juga perwakilan KPU yang berangkat ke Malaysia.

Kemarin (16/4) Anggota KPU Hasyim Asy'ari baru datang dari Malaysia. Namun, tidak ada update berarti yang bisa disampaikan. Sebab, dia belum mendapatkan izin dari PDRM untuk masuk ke TKP. "Masih ada proses hukum karena ada laporan polisinya," ucapnya singkat.

Hasyim menyerahkan semua proses kepada Polri dan Kemenlu. Hasyim baru akan bergerak jika surat suara tersebut bisa diidentifikasi keasliannya. "Karena terjadinya di luar negeri, Kemenlu dan Polri yang harus ikut menangani," katanya. (bin/bay/oni)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB

Polri Upaya Pulangkan Dua Pelaku TPPO di Jerman

Sabtu, 23 Maret 2024 | 12:30 WIB

Operasi Ketupat Mudik Dimulai 4 April

Sabtu, 23 Maret 2024 | 11:30 WIB

Kaji Umrah Backpacker, Menag Terbang ke Saudi

Jumat, 22 Maret 2024 | 20:22 WIB
X