Peningkatan DBH Butuhkan Revisi Undang-undang

- Minggu, 14 April 2019 | 12:47 WIB

SAMARINDA-Dana Perimbangan di Kaltim sering disebut belum sesuai. Sebagai salah satu daerah penyumbang devisa negara, Bumi Etam dianggap belum mendapatkan dana perimbangan yang adil. Hal itu tentunya bisa saja terjadi penyesuaian sesuai permintaan daerah namun diperlukan revisi undang-undang.

Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan di seluruh Indonesia yang dialokasikan kepada daerah, untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan  desentralisasi. Dana perimbangan dibagi menjadi tiga, dana alokasi umum di Kaltim dari total pagu Rp 5,13 triliun, berhasil teralisasi Rp 5,13 triliun pada 2018. Lalu, di tahun yang sama dana bagi hasil mencapai Rp 12,52 triliun, dari total pagu hanya Rp 10,83 triliun. Sedangkan dana alokasi khusus Rp 2,72 triliun dari pagu Rp 2,90 triliun

Hal itu dijelaskan Direktur Jendral Pembendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Marwanto Harjowiryono. Dia mengatakan, aturan dana perimbangan itu sudah diatur di dalam undang-undang perimbangan keuangan daerah. Dengan begitu, segala usulan dan keinginan Kaltim prosesnya harus dibahas oleh dewan perwakilan rakyat (DPR).

“Sehingga sekarang yang harus diusahakan adalah melakukan revisi undang-undang perimbangan tersebut,” ujarnya saat peresmian gedung kantor pelayanan pembendaharaan Negara (KPPN) Samarinda, di Jalan M Yamin Senin (8/4).

Dia mengatakan, saat ini berapapun yang diterima Kaltim itu sudah sesuai dengan undang-undang perimbangan keuangan daerah. Jika ingin ditingkatkan maka revisi saja undang-undang tersebut. Perlu dipahami dana pajak, dan penerimaan bukan pajak dari Kaltim yang disetor ke APBN, dengan dana APBN yang disalurkan ke seluruh Kalimantan itu sudah jauh lebih besar jika dibandingkan aliran dana ke seluruh Indonesia.

“Tapi prinsipnya begitu negara kesatuan, karena daerah yang mampu membantu daerah yang tidak mampu,” pungkasnya.

Bersamaan, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi mengatakan, dana bagi hasil (DBH) Kaltim harus ditingkatkan. DBH migas itu dikembalikan ke daerah hanya 15 persen, namun seharusnya bisa mencapai 30 persen. Itu sesuai perhitungan di daerah, kalau kementerian keuangan punya hitungan lain, maka harus dikompromikan.

“Kalau tidak bisa sampai 30 persen bertemu di titik tengah tidak masalah, misalnya 20 persen,” ungkapnya.

Menurutnya, sistem bagi hasil saat ini masih merugikan daerah penghasil seperti Kaltim. Begitu juga dengan aturan lain, seperti keputusan MK tahun 2016 tentang tidak berlakunya pajak alat berat. Keputusan itu bisa diubah asal undang-undang direvisi, diberikan waktu tiga tahun.

“Sehingga izinkan kami meminta kepada direktur jenderal pembendaharaan, agar disampaikan ke menteri keuangan perihal bagi hasil yang bisa didapatkan Kaltim. Yang bisa direvisi harus direvisi, agar Kaltim lebih sejahtera,” tutupnya. (*/ctr)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X