Kebanyakan Main Gim, Waspada Anak Jadi Anti-Sosial

- Kamis, 11 April 2019 | 11:27 WIB

PERKEMBANGAN teknologi membuat permainan tradisional tenggelam. Semakin banyak anak-anak yang tenggelam dengan gim dunia maya dan meninggalkan permainan lapangan yang mengandalkan olah gerak tubuh. Celakanya, gim dunia maya menimbulkan masalah serius, yaitu kecanduan. Dampak lanjutannya anak bisa jadi anti-sosial. Demikian dikatakan akademisi bidang sosiatri asal Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Sri Murlianti.

Sri menyebut, anak juga akan sulit bergaul dengan lingkungan luar serta mengalami hambatan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Ancaman yang paling ditakutkan adalah prestasi ikut-ikutan menurun. Anak-anak yang kecanduan gim menganggap fitur-fitur dalam gim daring jauh lebih menarik dibandingkan pelajaran sekolah. “Itulah mengapa orangtua juga harus memahami hal tersebut. Untuk mengantisipasi dampak negatif yang berlebihan,” ujarnya.

Bahkan saat ini, lanjut dia, sudah mulai bermunculan gejala anak-anak terlambat tumbuh kembangnya. Itu terindikasi karena terlalu sering dibiarkan bermain gim ketimbang bersosialisasi secara natural dengan teman-teman sebaya.

Sementara itu, yang berkaitan dengan sekolah, merupakan tantangan bagi para guru untuk mengembangkan model bahan-bahan pelajaran yang lebih kekinian. Termasuk memanfaatkan aplikasi-aplikasi komputer untuk pengajaran, agar anak-anak lebih menggunakan ponsel atau gadget.

“Saya juga tak bisa menahan anak-anak saya tidak main game online, saya akan kelihatan sangat kejam jika kita melarang anak sementara jutaan anak di dunia ini sudah memainkannya. Jalan tengahnya kalau saya membuat kesepakatan,” kata Murlianti.

Dia melanjutkan, kesepakatan tersebut harus konsisten dilakukan agar anak belajar disiplin. Ya, sehari-harinya, buah hatinya hanya boleh menyentuh gawai dan bermain gim selama sejam, setelah bangun tidur siang. “Itu untuk hari sekolah, jika minggu mereka dapat jatah bebas gunakan gawai tapi tetap dalam pengawasan. “Itu kompromi saya dengan anak-anak,” tambahnya.

Jika anak-anak sudah terlalu adiksi dengan gim, menurut dia, baiknya segera sapa biro psikolog. Di Bontang misalnya, salah satu klinik di Kota Taman itu menyediakan layanan terapi bagi anak adiksi gim, termasuk keterlambatan tumbuh kembang karena sejak dari balita selalu dibiarkan bermain dengan ponsel.

Terapi juga harus melibatkan pihak keluarga. Keluarga menurutnya harus mendisiplinkan anak. “Meskipun harus bersentuhan dengan game online, buat kesepakatan batas-batas waktu yang bisa ditoleransi. Harus didampingi dan tidak boleh berjam-jam,” pintanya.

Adapun, dari sisi medis ada sejumlah dampak yang harus diperhatikan penikmat gim. Aulia Rahman, medikus asal RSUD Dayaku Raja, Kukar, mencontohkan lantaran sering menatap layar ponsel akan mengganggu tingkat kejenuhan mata sehingga berpengaruh pada ketajaman penglihatan.

Hal itu sering tidak disadari bahkan cenderung diabaikan. Padahal, menjaga kesehatan mata menurutnya wajib dilakukan sejak usia muda. “Mata yang jenuh bisa sangat mengganggu sekali terhadap kesehatan mata,” ujar pria yang menjabat direktur RSUD Dayaku Raja itu.

Selain itu, pada umumnya para gamer karena terlalu asyik bermain sehingga tidak menerapkan pola hidup sehat. Misalnya duduk dari pagi sampai sore, malas bergerak, makan tidak teratur dan kebiasaan lainnya akan memengaruhi kesehatan juga.

Senada dengan hal tersebut, hasil penelitian yang dilakukan Torsheim dkk di Denmark, Finlandia, Islandia, Norwegia, dan Swedia, ditemukan 23,3 persen anak laki-laki mengalami nyeri kepala rekuren berhubungan dengan penggunaan media elektronik dan 34,8 persen pada anak perempuan.

Penelitian di Finlandia terhadap 7.292 peserta menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering bermain game digital dan menggunakan internet dibandingkan anak perempuan yang lebih sering menggunakan gawai (dalam Torsheim T, Eriksson L, Schnohr CW, HansenF, Bjarnason T, Välimaa R dalam jurnal Screen-Based Activities and Physical Complaints Among Adolescents from The Nordic Countries (2010, hal 324).

“Kebiasaan-Kebiasaan yang kurang baik inilah yang patut ditinggalkan oleh para pecandu game. Sebaiknya mulai mengalihkan kebiasaan pada dengan gaya hidup dengan pola yang sehat,” tambahnya.

Tak hanya itu, tambah dia, dari aspek psikis sangat mengganggu karena bisa mengganggu karakter, utamanya jenis game yang ada unsur kekerasannya. Terlebih, pada anak-anak sangat berpengaruh menjadikan pribadi yang kasar seperti aktor pada games yang dimainkan. (timkp)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X