Produksi Teh Turun, Harga Telur Rendah

- Kamis, 14 Maret 2019 | 15:16 WIB

JAKARTA – Pelaku usaha berharap Indonesia bisa meningkatkan lahan dan produksi teh yang semakin turun. Kendala itu disebut sebagai tantangan bagi pengembangan industri teh di Indonesia. Terlebih jika kekurangan kebutuhan teh diisi impor.

’’Produktivitas teh harus kita tingkatkan karena secara ekonomis, komoditas hasil perkebunan ini merupakan salah satu unggulan. Bahkan, perkebunan rakyat mencapai 46 persen dari total perkebunan teh yang ada,” ujar Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani di Jakarta kemarin (13/3). Di tengah produktivitas perkebunan teh rakyat yang perlu terus didorong, pihaknya menyayangkan maraknya impor teh berkualitas rendah.

’’Kami kaji betul karena dampak maraknya impor ini sangat dirasakan para pelaku agrobisnis perkebunan teh. Bukan hanya perkebunan rakyat, melainkan juga perkebunan milik negara dan swasta,” tambah Rosan.

Kabid Kerja Sama Dalam dan Luar Negeri Dewan Teh Indonesia Iriana Ekasari mengatakan, berdasar data Kementerian Pertanian, lahan Jawa Barat sebagai penghasil teh terbesar di Indonesia berkurang 6,3 persen sejak 2014. Dari awalnya 89.978 hektare pada 2014 menjadi 84.316 hektare pada 2018. ’’Produksi kita dari 2007 terus menurun. Kini produksi teh hanya 140.324 ton pada akhir 2018, padahal pada 2007 mencapai 150.000 ton,’’ sebut Iriana.

Jumlah produksi tersebut tidak mencukupi kebutuhan teh nasional. Menurut Iriana, Indonesia membutuhkan sekitar 155.000 ton teh. Perinciannya, 100.000 ton teh dipakai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, 49.000 ton digunakan untuk ekspor, dan 6.000 ton disiapkan untuk stok nasional.

Sementara itu, harga telur di tingkat peternak makin rendah sejak dua bulan terakhir. Tercatat, harga telur sekarang Rp 17.700 per kg. Kalau dibandingkan dengan awal 2019, harga tersebut turun signifikan. Anggota Paguyuban Peternak Rakyat Nasional Anang Abdul Aziz mengatakan, harga awal tahun di tingkat peternak bisa mencapai Rp 21.000–Rp 22.000 per kg.

Faktor turunnya harga tersebut dinilai sangat kompleks. Dari pengamatan di lapangan, permintaan di wilayah tertentu menurun. ’’Seperti di Jakarta, ada penurunan permintaan. Tapi, harga lokal di Jakarta masih tetap tinggi,’’ jelasnya. Menurut dia, tidak adanya sinkronisasi antara peternak dan pedagang juga berdampak pada harga. (agf/res/c7/oki)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB
X