Fesyen Pria Metroseksual, Konsep Urban Etnik Jadi Tren

- Selasa, 5 Maret 2019 | 12:36 WIB

GAYA fesyen pria metroseksual yang mengusung unsur etnis, peminatnya  semakin tinggi. Banyaknya pilihan mode serta jenis pakaian eksklusif, membuat penggunanya tak hanya merasakan kenyamanan, tetapi juga tampil elegan serta mewah. Konsep ini pun diyakini menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat urban di berbagai usia.

Maghfur, owner Aemtobe, menjadi salah satu yang banyak menghasilkan pakaian urban etnik yang digandrungi kalangan pejabat, pengusaha, bahkan tak hanya di Samarinda. Tetapi juga hingga Malaysia dan Eropa.

Diawali keinginannya mendedikasikan sarung tenun Samarinda, inisiasinya banyak mendapat apresiasi. Termasuk kampanye budaya yang digalakkan Anas beberapa tahun terakhir.

Pria kelahiran Kediri 1983 tersebut memiliki produksi pakaian khusus pria berbagai jenis, namun tetap mengedepankan unsur etnik.  Konsep urban etnik ini bahkan semakin dikembangkan.  Tak hanya dengan kain tenun Samarinda, juga berbagai kain tenun khas daerah lain. Inilah yang membuat kalangan elite pria, tak lagi canggung beraksi mengenakan pakaian khas etnik.

Harganya pun bervariasi, hingga jutaan rupiah. “Untuk konsep Aemtobe yang mengusung urban etnik ini, trennya makin banyak peminat. Banyaknya pilihan warna dan jenis konsep budaya masing-masing daerah, membuat pilihan pun semakin banyak,” katanya.

Bahkan, pasar pakaian pria dengan model etnis semacam ini, lanjut Anas, makin menjalar ke pelosok negeri dengan tampilan sederhana namun terlihat elegan alias mewah.

“Kalau pemilihan warna, sekarang mulai mengarah pada warna soft agar tidak terlalu terlihat nyentrik. Sehingga lebih elegan,” imbuhnya lagi. Konsep pakaian urban etnik ini, bisa dikenakan mulai anak usia SMP hingga usia 35 tahun. Namun, lebih banyak disukai pria usia 25–35 tahun. Pengguna di atas 35 tahun, ada juga yang beralih menggunakan pakaian tersebut dengan tujuan lain. Misal, menggunakannya untuk baju koko.

“Saat di Malaysia, ada juga pria di atas 35 tahun membeli untuk pakaian koko. Tapi ada juga yang paham kalau ini adalah produk fashion. Biasanya adalah papa-papa muda,” katanya.

Faktor kenyamanan juga jadi salah satu alasan pria metroseksual berpakaian. Tak hanya ingin tampil sederhana, namun juga terlihat mewah. Salah satunya dengan menggunakan warna soft yang tidak terlalu nyentrik dan mencolok. Sehingga, pakaian yang digunakan tetap terkesan mahal serta glamor.

“Salah satunya ya dengan kain tenun ini juga sudah terlihat mahal, namun tidak norak. Gaya glamornya tetap ada,” tuturnya. (tim kp)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X