Pelaku Depresi karena Ketidakadilan

- Minggu, 3 Maret 2019 | 11:32 WIB

POLIGAMI tak hanya mendatangkan stres kepada istri dan anak. Pelaku poligami pun bisa turut merasakan tekanan. Berdasarkan contoh kasus yang ditangani Psikolog Klinis Yulia Wahyu Ningrum, seorang pria mengalami depresi karena istrinya baru mengetahui kalau dia telah memiliki istri lainnya selama 4 tahun.

Suami kerap pergi keluar kota dan membuka banyak cabang perusahaan di kota lain. Modusnya dia meminta istri pertama untuk menjaga usaha di Samarinda sekaligus menjaga buah hati mereka. Sementara itu, dia membawa istri kedua yang juga mantan karyawannya berjalan-jalan mengunjungi banyak perusahaan di kota lain. Mengetahui itu, istri pertama mengamuk dan meminta cerai.

“Namun suami tidak mau dan stres berat karena tidak siap dengan perubahan perilaku istri pertama yang kerap marah, menangis dan berteriak,” ucapnya. Sang suami ini kebingungan dan mencari jasa psikolog untuk menenangkan istri.

Dari hasil konsultasi, istri pertama merasa tidak adil dengan sikap suami yang jarang pulang. Kemudian kerap bermalam di istri kedua dan terutama merasa tidak dihargai. Mengingat suaminya menikah dengan staf mereka sendiri. Hal ini juga tentu menyeret ke masalah ekonomi. Sebab istri menjadi banyak menuntut karena tidak terima harta mereka dibagi dengan istri kedua.

“Sementara istri kedua juga menuntut dibangun rumah karena ada anak mereka yang masih kecil,” ucapnya. Setelah dua tahun berjalan, istri masih kerap stres dan melakukan kunjungan konsultasi agar jiwanya tetap stabil.

Tak sampai di situ, ada pula kasus pria lain yang stres akibat tindakan poligami yang dia lakukan. Pria berusia 52 tahun ini stres karena kelima istrinya mulai banyak tuntutan. Dari uang yang tidak cukup, kasih sayang, dan sakit-sakitan. “Dia stres dan mulai melakukan terapi. Ada keinginan untuk menceraikan semua istri dan hidup sendiri,” ungkapnya. Selain itu, ada pula tindakan poligami yang ketahuan karena posting-an media sosial, Instagram.

Sang istri baru menyadari ketika melihat posting-an akun temannya yang juga teman dari istri kedua. Gelagat terlihat saat suami jarang memberikan uang. Dia beralasan cicilan rumah dan mobil cukup memberatkan dirinya. Bahkan perusahaan sedang mengalami kesusahan karena tambang sepi. “Akhirnya istri banyak meng-cover keperluan rumah tangga dan anak,” ucapnya.

Ketika istri mengetahui bahwa suami banyak berdusta, kerap liburan ke hotel dan kota lain, uang banyak digunakan untuk perempuan kedua. Dia tak sanggup dan meminta cerai karena merasa jijik ketika melihat suami.

Dia merasa bahwa suami sudah berbagi kemaluan dengan perempuan lain. Bukan hanya di Kota Tepian, Yulia juga menangani kasus di Balikpapan. Seorang anak membawa ibunya ke psikolog lantaran sang ibu stres bahwa suaminya lebih sayang kepada istri tua. Pria ini kembali lagi setelah pernikahan ke lima tahun dan ternyata suami menikah lagi untuk ketiga kali.

Dia kerap tertawa sendiri dan berteriak teriak kala ingat suami. “Klien sudah mengalami gangguan psikotik dan saya rujuk ke RS Atma Husada,” tuturnya. Terakhir, seorang perempuan berstatus ASN yang menjadi istri kedua.

Dia merasa sedih karena suami tidak pernah mengunjungi lagi ketika sudah ketahuan istri. Di mana, istri pertama mengancam akan membawa lari anak-anaknya dan tidak akan mau bertemu suami lagi. Akhirnya ia bingung karena suami jarang datang, sekali datang hanya membelikan bahan-bahan dapur dan tidak pernah lagi tidur di rumah. Belum lagi dia kerap dimaki-maki istri pertama, padahal ia merasa bahwa mertuanya sangat sayang padanya. “Sekarang hanya bisa pasrah dan menerima keadaan dirinya yang menikah namun tetap sendiri,” tutupnya.

Setali tiga uang dengan temuan psikolog, hasil survei Tim Riset Kaltim Post juga mengerucut pada penolakan terhadap poligami. Berdasarkan jajak –pendapat sepekan terakhir, sebanyak 62,5 persen responden menjawab tidak setuju dengan poligami. Hanya 37,5 persen responden menjawab setuju dengan poligami.

Responden yang menjawab tidak setuju dengan poligami beralasan poligami merupakan ketidakadilan dalam pernikahan (35,1 persen). Kemudian menurut responden poligami bisa menyebabkan anak telantar (33,33 persen).

Selanjutnya, 18,33 persen responden menjawab poligami merugikan perempuan dan 13,33 persen responden menjawab poligami bisa memicu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sebanyak 87,5 persen responden juga menyatakan peningkatan angka perceraian dikarenakan poligami.

Ketika Tim Riset Kaltim Post memberikan pilihan apakah poligami kebutuhan atau keinginan, 79,17 persen responden menjawab poligami merupakan suatu keinginan. Adapun 18,75 persen responden menjawab poligami merupakan suatu kebutuhan dan keinginan. Sisanya, 2,08 persen responden menjawab poligami merupakan suatu kebutuhan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X