Belajar Ikhlas dari Rugi Ratusan Juta

- Minggu, 3 Maret 2019 | 11:31 WIB

JIKA ada yang bilang bisnis adalah hal menantang, bisa jadi itu benar. Namanya bisnis, lekat pula dengan kata rugi. Di kalangan pebisnis, rugi memang lazim terjadi. Begitu pula yang Sandhy Syahputra alami. Dirinya kembali mengingat pada masa-masa ketika dia sempat mengalami kerugian cukup besar. Jika dikalkulasi, dari 2013 hingga sekarang, kerugian yang telah Sandhy alami sekitar Rp 500 juta.

Pendapatan naik turun turut dirasakan Sandhy. Selama setahun dari 2012, dia tak memiliki pekerjaan pasti. Uang yang dia miliki semakin lama menipis dan habis. Tak kehilangan semangat, Sandhy berinisiatif meminjam uang ke bank dan kembali memulai pada awal 2013.

“Saya dan tim kan masih ada catatannya. Jadi ya jumlah segitu karena klien belum bayar lunas atau mereka pura-pura sudah lunas. Pernah ada satu orang yang bilang ke temannya kalau dia enggak dilayani di tempat saya. Ternyata, setelah dicari tahu, alasan kita enggak melayani dia karena kerjaan sudah selesai tapi dia enggak bayar sisanya,” tutur Sandhy.

Sandhy sudah sering menghadapi klien yang memberinya seribu alasan untuk menghindar. Bahkan dia mengaku sudah terlalu lelah menagih. Hal itu menjadi pelajaran penting bagi Sandhy dan membuatnya berpikir untuk mengubah sistem manajemen di pertengahan 2018 lalu agar tak terjadi kejadian seperti sebelumnya.

“Sekarang saya menerapkan sistem DP 50 persen di awal dan saat udah mau dipasang harus dilunasi dulu. Sudah ada sistem begitu aja kadang masih ada yang kurang yakin. Justru saya suruh aja datang ke sini, enggak mungkin gitu saya niatnya mau menipu. Ada juga yang sudah menetapkan gambar dengan kita, ujung-ujungnya dikerjakan dengan tukang lain. Banyak yang begitu,” lanjut alumnus STMIK Widya Cipta Dharma Samarinda itu.

Biaya gambar memang mahal. Biasanya, orang ingin mendapatkan gambar kemudian dia mengerjakannya dengan tukang sendiri. Menurut Sandhy, hal itu cukup fatal karena klien dan tukang tersebut tak mengetahui konstruksi gambar dan penebalannya seperti apa. Pola pikirnya hanya ingin barang yang harus sesuai seperti di gambar. Berkaca dengan hal itu, Sandhy mengingatkan pada tukang-tukangnya agar tak sembarangan saat mengerjakan sesuatu. Mereka sadar dan tahu jika ini bukanlah pekerjaan murah.

“Enggak cuma itu. Ada juga klien yang belum bayar sisanya, tapi dia telepon minta tolong ada yang mau diperbaiki, meminta datang ke rumah. Ya saya enggak bisa terima, sedangkan dia aja belum bayar sisanya ke saya. Setelah satu tahun kemudian, baru ingat kalau masih punya tunggakan. Walaupun ujung-ujungnya juga enggak dibayar sih,” ungkap Sandhy tertawa kecil.

Belajar dari pengalaman, Sandhy tak mau lagi harus mengalami di mana dia menagih sisa pembayaran kepada klien. Jika ingin menangani jasa interior, dia memilah-milah. Bahkan sekelas perusahaan besar.

“Jujur saya hampir bangkrut. Jadi, saat saya enggak dibayar sama orang, akhirnya pada 2017 saya jual satu mobil, 2018 juga jual satu mobil lagi untuk menutupi. Makanya saya harus ubah sistem,” papar Sandhy.

Ketika rugi ratusan juta, Sandhy tak ada pikiran berhenti menjalani bisnis. Pola pikirnya sederhana. Jika memang rezeki, pasti akan datang padanya. Dia selalu berusaha ikhlas dan berpikir positif.

“Setiap ada kesusahan itu saya cari tahu solusinya. Saya harus seperti apa, pelajaran apa yang bisa saya ambil. Intinya dalam usaha itu jangan takut coba, jangan terlalu memikirkan ke depannya bagaimana. Kalau begitu terus, ya enggak akan jadi,” tutup Sandhy. (*/ysm*/rdm2)

 

 

 

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X