Obligasi Ritel Bikin Likuiditas Seret

- Senin, 11 Februari 2019 | 11:42 WIB

JAKARTA – Gencarnya penerbitan surat berharga negara (SBN) bakal sedikit membatasi ruang gerak perbankan. Awal tahun ini saja pemerintah sudah mengambil langkah agresif dalam menarik pendanaan. Hingga Februari, sudah ada dua obligasi ritel yang ditawarkan pemerintah. Yakni, Saving Bond Ritel SBR005 dan Sukuk Tabungan ST-003.

Sebelumnya, SBR005 menyerap dana Rp 4 triliun dari pasar. Kini ST-003 masih berada dalam masa penawaran hingga 20 Februari mendatang. Pemerintah sendiri masih berencana menerbitkan delapan obligasi ritel hingga akhir tahun. Ekonom Indef Aviliani mengatakan, ada risiko pengetatan likuiditas di perbankan dengan adanya obligasi ritel tersebut.

’’LDR (loan to deposit ratio) BUKU (bank umum kelompok usaha) IV sudah 97 persen, BUKU III sudah 103 persen. Itu menunjukkan kecenderungan ekspansinya menjadi sangat terbatas kalau tidak ada sumber dana,” ujarnya kemarin (10/2).

Apalagi, tahun ini pemerintah memberikan imbal hasil obligasi ritel yang cukup tinggi dengan kupon 8,15 persen per tahun. Menurut Avi, akan berat bagi perbankan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Dia juga melihat akan lebih banyak bank yang mengalami kenaikan biaya dana (cost of fund) dengan memberikan bunga di atas suku bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebab, jika bank memberikan bunga simpanan yang murah, akan sulit bagi bank untuk mendapatkan dana dari masyarakat.

Dampaknya, pertumbuhan sektor riil yang diprediksi meningkat tahun ini tidak bisa diimbangi secara maksimal oleh perbankan. Sebab, kemampuan bank untuk membiayai sektor riil menjadi terbatas. Untuk itu, Avi menyarankan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan upaya inklusi keuangan. Masyarakat harus benar-benar didorong untuk datang ke bank agar mau menabung.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah memang sudah lebih agresif dalam mencari sumber pendanaan. Hal itu adalah strategi agar lebih mudah menyerap dana dari pasar sebelum risiko pengetatan terjadi. Misalnya kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dan kenaikan BI-7DRRR. ’’Memang ada saat-saat di mana kami mengambil momentum untuk menerbitkan surat utang. Ini hanya soal waktu, kapan saat yang pas. Ketika saatnya dirasa pas, maka pemerintah akan lebih banyak mengambil langkah-langkah itu,” jelasnya. (rin/c17/oki)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X