TANJUNG SELOR – Sesuai informasi neraca pendidikan yang diterbitkan Kementerian Pendidikaan dan Kebudayaan, data guru tersertifikasi di Kaltara masih terhitung rendah. Gubernur Kaltara Irianto Lambrie menginstruksikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) agar para tenaga pendidik di daerah ini meningkatkan kompetensi.
Dengan demikian, bisa memenuhi syarat untuk mendapatkan sertifikasi. Sebagaimana diketahui, persentase guru bersertifikat di Kaltara masih rendah. Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) baru 4,4 persen, SD 31,5 persen, SMP 29 persen, SMA 29 persen, SMK 38,8 persen, dan SLB mencapai 24,4 persen.
Karena itu, gubernur meminta Kepala Disdikbud Kaltara Sigit Muryono untuk terus memberikan motivasi para guru agar dapat meningkatkan kompetensi. Sebab, untuk mendapatkan sertifikasi, para guru harus memenuhi syarat dan salah satunya mengikuti ujian kompetensi.
“Mei 2018 ada sekitar 1.664 guru yang ikut yang mengikuti seleksi PPG, dan hanya ada sekitar 382 yang lulus. Sangat kecil. Untuk lulus ujian ini berdasar kemampuan pribadi para guru masing-masing, Dinas Pendidikan hanya memfasilitasi,” terangnya.
Gubernur juga menjelaskan, selain terkait kuota yang ditentukan pusat, ucap dia, untuk mendapatkan sertifikasi tidak mudah. Sebab, ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Misal, minimal sudah 5 tahun mengajar, jam mengajar harus terekam di dapodik. Kemudian ada aplikasi pembantu dapodik namanya verval PTK (verifikasi dan validasi pendidik dan tenaga kependidikan) untuk menerbitkan NUPTK.
“Prosedurnya panjang. Pengajuan dulu, lalu diverifikasi. Pertama dari dinas, lalu dari kementerian yang sekarang dikuasakan kepada LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan). Lepas dari verifikasi LPMP, diverifikasi lagi oleh kementerian,” bebernya.
Ditambahkan, setelah terbit NUPTK, dari yang lulus NUPTK inilah baru dapat undangan cikal bakal UKG (uji kompetensi guru). “Jika sudah dapat undangan seleksi itu dipelatihankan 2–3 bulan, Lalu di-ending-nya ada ujian lagi lolos UKG atau tidak. Nah, nilai kita kemarin itu hanya 20 persen. Bahkan pernah lebih rendah,” kata Irianto. (humas/kri/k16)