Moderasi Beragama untuk Kebersamaan Umat

- Sabtu, 9 Februari 2019 | 12:49 WIB

Oleh: Mukhamad Ilyasin

(Rektor IAIN Samarinda) 

Judul ini diangkat dari rakernas Kementerian Agama 2019 yang dihadiri penulis beberapa hari yang lalu di Jakarta. Sesungguhnya, ketika menyebut Islam, maka bagi seorang yang paham tentang agama ini secara otomatis akan memahaminya sebagai petunjuk hidup moderat. Moderat dalam arti "imbang" dan tidak melampaui batas-batas kealamian kemanusiaan. Dalam segala aspek ajarannya Islam itu berkarakter "imbang" (moderat).

Perhatikan misalnya aspek ketuhanan dalam Islam. Di satu sisi Tuhan digambarkan dengan beberapa penggambaran "khalqi" (ciptaan). Misalnya dengan karakter melihat, mendengar, punya tangan, marah, senang (rida), dan seterusnya. Representasi dari melihat, mendengar, punya tangan, marah, dan senang sangat luas dan sangat menarik bila disimak, penuh arti bila diamati.

Kita ambil contoh kekuasaan misalnya, yang tujuan akhirnya bukan semata memperoleh jabatan dan dukungan rakyat. Namun, lebih dari itu bahwa Allah memberikan tata cara menggunakan amanah tersebut dalam formulasi perbaikan dan pembangunan, serta merealisasikan hukum Allah bagi seluruh umat manusia kalau ini diterapkan. Maka, tidak ada lagi perkelahian antarkelompok, ras, dan atas nama Agama. Manusia akan damai dan bahagia.

Namun, di sisi lain juga semua yang memungkinkan Tuhan untuk diasosiasikan dengan makhluk tertutup rapat. Tuhan adalah "Ahad"   yang "lam yakun lahu kufuwan ahad" (tiada yang mirip dengannya). Bahkan penggambaran Tuhan dengan makhluk apa saja salah dan dilarang.

Perhatikan ibadah-ibadah dalam Islam. Jangan lakukan hingga melampaui kapasitas Anda. Allah tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya (Al-Baqarah). Pesan Rasulullah SAW: "agama itu mudah". Oleh karenanya jangan dilebih-lebihkan dan dipersulit. Bahkan ketika di hadapan Rasulullah ada dua pilihan, beliau selalu memilih yang termudah.

Mungkin yang menyimpulkan semua itu adalah perintah menjaga "tawazun" (keseimbangan) dalam Alquran. "Dan langit Allah tinggikan dan timbangan diletakkan. Agar kamu jangan melampaui timbangan (Ar-Rahman). Hadis Rasulullah bahkan mengingatkan: berhati-hatilah dengan al-ghuluw (ekstremisme). Karena ekstremisme membawamu kepada kehancuran (at-tahlukah).

Dari semua ini saya menyimpulkan bahwa moderasi itu adalah komitmen kepada agama apa adanya, tanpa dikurangi atau dilebihkan. Agama dilakukan dengan penuh komitmen, dengan mempertimbangkan hak-hak vertikal (ubudiyah) dan hak-hak horizontal (ihsan).

PENTINGNYA SIKAP MODERASI

Moderasi adalah ajaran inti agama Islam. Islam moderat adalah paham keagamaan yang sangat relevan dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat istiadat, suku dan bangsa itu sendiri. Tak pelak lagi, ragam pemahaman keagamaan adalah sebuah fakta sejarah dalam Islam. Keragaman tersebut, salah satunya, disebabkan dialektika antara teks dan realitas itu sendiri, dan cara pandang terhadap posisi akal dan wahyu dalam menyelesaikan satu masalah. Konsekuensi logis dari kenyataan tersebut adalah munculnya terma-terma yang mengikut di belakang kata Islam.

Sebut misalnya, Islam Fundamental, Islam Liberal, Islam Progresif, Islam Moderat, dan masih banyak label yang lain. Islam pada dasarnya adalah agama universal, tidak terkotak-kotak oleh label tertentu. Hanya, cara pemahaman terhadap agama Islam itu kemudian menghasilkan terma seperti di atas.

Diterima atau tidak, itulah fakta yang ada dewasa ini yang mempunyai akar sejarah yang kuat dalam khazanah Islam. Fakta sejarah menyatakan bahwa embrio keberagamaan tersebut sudah ada sejak era Rasulullah, yang kemudian semakin berkembang pada era sahabat, terlebih khusus pada era Umar bin Khattab. Ia kerap kali berbeda pandangan dengan sahabat-sahabat yang lain, bahkan mengeluarkan ijtihad yang secara sepintas bertentangan dengan keputusan hukum yang ditetapkan Rasulullah SAW sendiri.

Sebutlah misalnya, tidak membagikan harta rampasan kepada umat Islam demi kemaslahatan umum (negara), yang jelas-jelas sebelumnya dibagikan oleh Rasulullah melalui perintah teks Alquran (QS Al-Anfal: 41).

Akhirnya saya ingin meyakinkan kita semua bahwa hanya dengan pemahaman sekaligus praktik agama yang benar akan membawa kepada kebajikan umum. Jika ada pengakuan beragama tapi membawa kemudaratan, termasuk kebencian dan permusuhan, maka itu bukan Islam yang sesungguhnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X