PERINGATAN ulang tahun ke-59 Kabupaten Paser berjalan dengan sukses, meski pada hari puncak, ada insiden kecil. Pada waktu itu, upacara dihadiri berbagai kalangan, termasuk para tokoh adat dari berbagai suku. Ketua Lembaga Adat Paser (LAP) Arbain Nor terlihat duduk di barisan kedua sebagai undangan.
Tidak ada masalah saat upacara, namun beberapa jam setelah itu muncul foto ketua LAP di media sosial dibarengi ungkapan kekecewaan dari sejumlah pengurus LAP dan pemerhati adat Paser. Mereka menuding Pemkab Paser telah mengabaikan posisi ketua adat, sehingga ketuanya duduk di barisan kedua.
Kekecewaan LAP kemudian disampaikan secara resmi oleh Sekretaris LAP Aji Agustiawarman melalui surat terbuka kepada bupati Paser dan unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah. Di dalam surat itu diungkapkan bahwa LAP kecewa, tersinggung, dan marah. Disebutkan pula bahwa Pemkab Paser hanya menganggap tokoh adat sebagai pelengkap dalam acara resmi pemerintah.
Lebih lanjut, Aji meminta Bupati Paser memberikan teguran kepada semua pihak yang terkait dalam kepanitiaan HUT Paser. Ungkapan kekecewaan LAP lewat surat terbuka itu ternyata hanya awal. Pada malam ramah-tamah, saat LAP diberikan kesempatan memberikan sambutan, salah satu pengurus inti LAP memvisualisasikan isi surat terbuka tersebut dalam bentuk orasi, yang kemudian disambut dengan tepuk tangan meriah oleh jajaran LAP yang hadir.
Suasana kemudian semakin hangat di media sosial yang disertai dengan perang opini. Ketika dikonfirmasi ke petugas protokol dan Panitia Hari Besar Nasional (PHBN) Kabupaten Paser, mereka mengaku sudah mempersilakan ketua LAP untuk duduk di depan, namun yang bersangkutan enggan. Petugas PHBN bahkan mengaku permintaan kepada ketua LAP untuk duduk di deretan kursi pertama disampaikan sampai tiga kali.
Keesokan harinya, di salah satu berita online, muncul pernyataan ketua LAP yang meminta jajarannya untuk tidak terjebak pada situasi yang tidak substansial. Sebab, ada agenda besar yang menanti mereka. Ungkapan ketua LAP tersebut kemudian menjadi angin sejuk karena setelah itu ketegangan berangsur-angsur mereda.
Hingga beberapa hari setelahnya, orang seolah lupa dengan masalah itu. Namun, betulkah demikian? Sesungguhnya tidak bagi pemerintah. Kejadian tersebut memberikan pekerjaan rumah bagi Pemkab Paser bahwa ada tugas besar yang harus diselesaikan. Mengingat, kegiatan-kegiatan resmi tentu akan mewarnai perjalanan masyarakat Paser ke depan.
Kini bola panas ada di pemerintah, yang harus bersikap dengan segera. Sebelum melaksanakan kegiatan resmi berikutnya, petugas di lapangan seharusnya sudah memegang dasar hukum sehingga tidak membuat “kesalahan” untuk kedua kalinya. Artinya, apapun yang akan dilakukan oleh petugas protokol atau panitia lainnya, mereka memiliki dasar.
Jika dibandingkan dengan Provinsi Kaltim, posisi sultan sangat diagungkan. Bahkan, pada peringatan ulang tahun ke-62 Kaltim, 9 Januari 2019, Gubernur Kaltim Isran Noor menyebut nama lengkap dan gelar Sultan Kutai sebagai yang terhormat, baik pada saat upacara maupun pada malam anugerah.
Tentu, posisi sultan Kutai tidak bisa disamakan dengan ketua LAP di Kabupaten Paser. Meski demikian posisi ketua LAP dalam acara resmi juga sangat penting. Namun, bagi Pemerintah Kabupaten Paser, permasalahan yang paling hakiki adalah ada legitimasi sebagai pedoman bagi staf pelaksana dalam menempatkan seorang tokoh seperti ketua LAP dalam acara resmi.
Dengan demikian, para staf atau panitia yang menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan setiap upacara atau kegiatan resmi lain, merasa dibekali dan tidak bertangan kosong dalam menghadapi pertanyaan maupun ungkapan keberatan dari pihak-pihak tertentu. (jib/kri/k8)
Penulis adalah kasubag Humas dan Kerja Sama, Bagian Pemerintahan, Setkab Paser