WASPADA..!! Curah Hujan Lebih Besar daripada Tahun Lalu, Tetap Waspada DBD

- Minggu, 3 Februari 2019 | 12:33 WIB

JAKARTA – Kementerian Kesehatan memprediksi bahwa bulan ini kasus demam berdarah dengue tetap tinggi. Hal itu salah satunya dikarenakan curah hujan yang lebih banyak. Telur nyamuk aedes aegepti memang cepat berkembang saat musim hujan.

Kepala Bidang Manajemen Observasi Meteorologi Penerbangan BMKG Hary Tirto Djamiko menuturkan tahun ini sebagian wilayah Indonesia, curahnya hujannya lebih besar dibandingkan tahun lalu. Dalam periode yang sama yakni bulan Januari dan Februari, hujan tahun ini lebih lebat. Dia tidak bisa memungkiri bahwa tingginya kasus DBD yang merebak belakangan, ikut dipengaruhi dengan curah hujan yang berlangsung cukup lama. ’’Tapi saya tegaskan curah hujan di tiap-tiap daerah berbeda-beda,’’ kata dia. Untuk wilayah Pulau Jawa prakiraan curah hujannya masih tinggi.

Data prakiraan BMKG menyebutkan hujan lebat masih bakal terjadi di pulau Jawa hingga 8 Februari nanti. Kondisi serupa juga tejradi di Bali, NTB, dan NTT. Kemudian di Sulawesi Utara, Tenggara, dan Tengah. Diantara pemicu hujan lebat ini adalah terdapat sebuah bibit siklon trobis di teluk Carpentaria dan siklus siklonik di Kalimantan Barat.

Terkait pengaruh cuaca terhadap penyakit DBD, Hary mengatakan BMKG pemodelan yang bisa diakses di dbd.bmkg.go.id. Pemodelan tersebut menyediakan prediksi angka insiden DBD per 100 ribu penduduk. Layanan ini merupakan kerjasama BMKG dengan Pemprov DKI Jakarta dan ITB. ’’Saat ini baru untuk wilayah DKI Jakarta,’’ katanya. Tidak menutup kemungkinan pemodelan tersebut bakal dikembangkan ke provinsi lainnya.

Melihat hasil pemodelan BMKG tersebut, untuk periode Februari hingga Maret depan di wilayah Jakarta Utara dan Pusat masuk kategori aman DBD. Kondisi aman ini diantaranya angka insiden DBD kurang dari tiga. Sementara itu untuk wilayah Jakarta Timur, Selatan, dan Barat masuk wilayah waspada. Dengan indikasi angka insiden DBD 3-10.

Anung Sugihantono, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, menyatakan bahwa melihat tren dan sosial determinant belum berubah. Sehingga dapat dimungkinkan jumlah pasien pada Februari tahun ini akan lebih tinggi daripada Februari tahun lalu.

Untuk mengendalikan persebaran virus DBD, sebenarnya sudah dilakukan beberapa hal. Pertama, penelitian Universitas Gajah Mada (UGM) yang menyebar nyamuk yang terjangkit bakteri Wolbachia untuk menekan virus dengue. ”Jogja melakukan sejak 2016-2017 dalam skala pilot project oleh UGM dengan skenario penelitian. Hasilnya masih dievaluasi, belum selesai semuanya,” tutur Anung kemarin (2/2).

Vaksin untuk mencegah DBD pun sudah ada. Namun menurut Anung Kemenkes tidak mengeluarkan kebijakan untuk melakukan vaksinasi. Alasannya, membaca hasil di Filipina dari sisi keamanan dan kualitas masih diragukan. ”Vaksin DBD pernah diinisiasi terus dipakai oleh Filipina. Namun setelah dua tahun dihentikan,” bebernya,

Lalu bagaimana yang paling efektf? Menurut Direktur Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi yang paling memungkinkan adalah pemberantasan sarang nyamuk (PSN). ”Harus tepat sasaran. Fokus ke titik sasasran air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah,” ungkapnya. Salah satunya adalah bak kamar mandi hingga tempat minum burung. Dia juga mengingatkan jika ada barang bekas, maka perlu dilihat apakah ada air menggenang.

Pemberantasan jentik harus benar-benar masif dilakukan. Menurutnya, satu jentik betina dalam 12 hingga 14 hari dapat menjadi nyamuk dewasa yang bisa bertelur hingga 150 butir. ”Dalam sekali hidupnya (1 bulan, Red) nyamuk dewasa bertelur emapt kali,” katanya.

Sementara itu untuk menghindari gigitan nyamuk, maka perlu diketahui bahwa nyamuk pembawa virus dengue bekerja pada 09.00-10.00 dan 15.00-16.00. Selain itu perlu menggunakan lotion anti nyamuk. (wan/lyn)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X