OLEH: DAHLAN ISKAN
SAYANG. Sudah telanjur janji: Disway hari ini akan menulis tentang anak Indonesia itu. Yang tasnya mencapai nilai Rp 10 miliar itu. Yang akan buka restoran Indonesia di New York itu.
Padahal ada perkembangan lebih baru: Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyerah. Sementara. Instansi-instansi pemerintah yang tutup akan dibuka lagi. Sementara. Sampai 15 Februari. Sambil meneruskan negosiasi anggaran tembok perbatasan. Siapa tahu DPR berubah sikap: akan menyetujui biaya sekitar Rp 70 triliun itu.
Tapi baiklah. Soal anak modis itu tetap harus ditulis di Disway hari ini. Tapi saya harus menjawab penasaran saya dulu: mengapa Trump menyerah. Meski sementara. Rasanya karena hal-hal berikut ini. Maafkan kalau salah:
1. Sebagian anggota DPR dari partainya sendiri mendesaknya. Untuk membuka instansi yang ditutup itu. Kasihan. Sebanyak 800.000 pegawai pusat tidak bisa gajian. 2. Bulan Februari nanti ada final American Football. Bandara Atlanta bisa kacau. Sekarang saja antrean sudah sangat panjang. Di pemeriksaan. Akibat sebagian pegawai bandara tidak gajian. Di banyak bandara pesawat juga sudah mulai delay. 3. Penerimaan pajak mulai tersendat. Sampai banyak pegawai pajak dirayu agar tetap masuk kerja. Tanpa gaji.
Itu berarti drama tembok perbatasan masih panjang. Karena itu, biarlah kisah yang sudah dijanjikan ini terbit. Yang saya awali dari ucapan selamat saya kepada teman baik. Yang diberitakan sebagai ayahnya anak itu.
Teman saya itu pengusaha besar. Tidak ada hubungannya dengan proyek pemerintah. Ia banyak bergerak di ritel. Terbesar di Indonesia. Untuk bidangnya. Orangnya rendah hati. Santun. Pakaian seadanya. Banyak senyum. Sangat menghargai orang lain.
Saya kaget. Kok tiba-tiba saya baca ini: anaknya begitu glamour. Banyak menghadiri fashion show kelas dunia. Instagram-nya begitu mengesankan: mewahnya. Pakaiannya selalu berkelas. Dengan ciri khasnya: jas wool yang sengaja ukurannya dikedodorkan. Dipandu dengan celana ketat. Dan sepatu bertabur gemerlap.
Saya pun kirim WhastApp (WA) ini: “Selamat ya. Mau buka restaurant baru di New York. Kibarkan bendera kita di sana. Saya akan mampir kapan-kapan. Masakannya apa saja ya? Anak Anda hebat sekali,” tulis saya di WA.
Saya pun ingin tahu wajah anak itu: Ezra William. Ganteng atau tidak. Mirip bapaknya atau ibunya. Agak lama memelototi Instagram-nya. Saya sampai lama melihat wajah Ezra William itu. Di Instagram-nya itu. Lalu membuka album wajah ayahnya. Kata hati saya: kok agak beda dengan bapaknya ya. Mungkin mirip ibunya. Saya belum pernah bertemu istri teman saya itu.
Tapi saya juga merasa tidak aneh. Teman saya itu kan juga pengusaha kuliner. Punya lima restoran di Jakarta. Mengambil franchise Bebek Tepi Sawah. Wajarlah kalau akan ekspansi kuliner ke New York.
Hanya saja agak aneh: kok penampilan anaknya begitu jauh dari gaya hidup bapaknya. Tapi juga tidak aneh. Saya punya teman yang lain. Yang kayanya bukan main. Sampai punya bank. Tapi masih naik mobil Kijang.
Suatu saat saya tegur ia: Anda ini keterlaluan. Masak masih naik Kijang. Jawabnya mengejutkan saya: ini sebagai protes Pak. “Protes kenapa?" tanya saya. “Protes pada anak saya,” jawabnya.
Ia pun menceritakan bagaimana anaknya itu. Selalu ganti-ganti Ferrari. Kalau tidak dibelikan ngambek. Ups.... Jadi, ada juga. Yang anak dan bapaknya rujak sentul. Tapi teman yang saya kirimi ucapan selamat tadi ternyata tidak gembira. Saya menyesal memberinya ucapan selamat.
Ia justru menelepon saya. Mengajak ketemu. Janjian makan malam. Di Papillon. Ada salad kale di situ. Ia pengin menjelaskan panjang lebar. Singkatnya: itu bukan anaknya. Ups... “Tapi kenal Ezra William itu?,” tanya saya. “Tidak.” “Tahu?” “Tidak.” Ups...
“Enggak apa-apalah,” kata saya. “Istri saya ‘kan baru berumur 45 tahun. Mana mungkin disebutkan punya anak itu. Yang umurnya 29 tahun,” katanya sambil tertawa. Seorang ponakannya, katanya, tahu Ezra itu siapa. Pernah menjadi adik kelasnya di SMP. Salah satu SMP internasional di Jakarta. Tapi sejak lulus dari situ tidak pernah ketemu lagi.