Junjung Tinggi Demokrasi Tanpa Menebar Kebencian

- Kamis, 24 Januari 2019 | 08:00 WIB

Oleh: Sugeng Susilo SH

(Staf Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Utara)

MUNCULNYA media sosial di era digitalisasi membuat manusia sangat-sangat diuntungkan. Karena dengan media sosial interaksi antarmanusia dengan mudah dilakukan. Bahkan bukan hanya untuk berinteraksi dengan sesama pengguna media sosial tapi juga bisa menjalin hubungan bisnis.

Gadget bukan lagi barang mewah yang dipunyai hanya segelintir orang di zaman sekarang, dikarenakan sebuah kebutuhan pokok hampir semua orang mempunyai barang elektronik tersebut. Dengan berbagai macam inovasi yang dikembangkan memunculkan berbagai macam media sosial yang membuat orang kebingungan harus pilih yang mana. Tapi, fungsi pokok dari media sosial, yaitu untuk menjalin komunikasi secara online.

Dengan berkembangnya teknologi internet maka media sosial akan mengikuti perkembangannya. Untuk mendapatkan informasi di mana pun kita berada dengan cepat kita mendapatkan tanpa susah payah mencarinya. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia.

Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional, seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media sosial.

Dengan kelebihan dan keuntungan dari media sosial tidak sedikit dari seseorang yang menyalahgunakan media sosial untuk kepentingan dirinya atau kelompoknya untuk menjatuhkan orang lain, memfitnah dan menyebarkan berita bohong. Berbagai macam yang melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan tidak terpuji, mulai kepentingan politik, persaingan bisnis, kebencian terhadap kelompok tertentu dan bahkan ada juga yang mencari sensasi belaka.

Dengan mudahnya mendapatkan berita yang menyebar melalui media sosial ditambah dengan masyarakat tanpa memilah-milah apakah berita itu benar adanya atau kebohongan semata, tanpa melakukan klarifikasi terlebih dahulu. Masalah seperti inilah yang kadang meresahkan para pengguna media sosial terutama bagi mereka yang bermain media sosial hanya sekadar ingin menambah interaksi dengan teman-temannya secara online. Terutama yang paling sering dibahas akhir-akhir ini, yaitu ujaran kebencian (hate speech) di media sosial.

Perlukah Pembatasan Berpendapat

Dalam negara demokrasi, kebebasan berbicara dan berpendapat sangat perlu bahkan dianggap penting. Demi sebuah informasi maka rakyat diberi kelonggaran untuk mendapatkan arus informasi. Jika kekuasaan mengekang kebebasan masyarakat untuk berpendapat maka kecenderungan untuk melahirkan kekuasaan tirani sangat besar.

Dari konsep demokrasi atas kebebasan berpendapat tidak bisa dibelenggu. Timbul pertanyaan, yaitu apakah kebebasan berbicara tidak ada bata-batasnya? Dalam On Liberty (1859), John Stuart Mill berargumen bahwa diskusi dan argumen apapun harus diberi kebebasan dan didorong hingga batas-batas nalar logika, bukan batas-batas emosional atau moral.

Suatu argumen tidak boleh dihentikan hanya karena ia menyinggung atau kontroversial selama ia mungkin mengandung kebenaran. Namun, Mill juga memperkenalkan “prinsip kerusakan” (harm principle), sebuah bentuk pembatasan atas kebebasan berbicara yang berbunyi: “satu-satunya saat di mana kekuasaan boleh digunakan untuk menekan suatu individu, adalah untuk mencegah kerusakan pada individu-individu lain.”

Kebebasan berpendapat yang logis tanpa kekangan merupakan tonggak berdirinya demokrasi. Namun, ketika kebebasan berpendapat ternyata dianggap meresahkan dan menimbulkan banyak mudaratnya daripada manfaatnya, maka tidak perlu lagi dilindungi. Hak berbicara juga berhenti berlaku ketika ia melanggar hak dan reputasi orang lain tanpa justifikasi, yang diwujudkan dalam konsep pencemaran nama baik.

Bagaimana dengan Indonesia?

Aturan mengenai ujaran kebencian diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 28 ayat (2) “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X