Membangun Tanpa Menggusur

- Selasa, 22 Januari 2019 | 08:26 WIB

OLEH: DAHLAN ISKAN

KERETA
berhenti. Saya celingukan. Lingkungan stasiun ini tertata rapi. Bukan hanya stasiunnya saja. Bersih. Tidak ada rumah kumuh. Tidak ada kaki lima. Agak lama saya termangu. Tengok kanan-kiri. Muka-belakang. Ini tidak seperti di lingkungan stasiun kereta api.

Padahal di mana-mana mirip: lingkungan di sekitar stasiun  itu lebih ruwet. Juga lebih terasa low class. Dibanding kawasan pusat kota lainnya. Di Italia sekali pun. Apalagi di Manggarai atau di Pasar Turi.

Yang lagi saya ceritakan ini adalah di Konya, Turki. Kota terbesar keenam di negeri itu. Yang saya ke sana akhir bulan lalu. Untuk menemui makam Maulana Jalaluddin Rumi. Filsuf yang meninggal dunia seribu tahun lalu.

Juga untuk melihat sistem pembangunan perumahan rakyatnya. Hanya di Turki ini saya melihat semangat yang menyala-nyala. Dalam memperbaiki perumahan rakyat. Yang berarti juga membangun lingkungan kota.

Tentu jangan dibandingkan dengan Tiongkok. Yang memang tidak ada bandingannya. Di Konya saya keliling kota. Ditemani Omar. Tidak berhasil melihat ada kampung miskin. Maka saya pun minta yang lain: ditunjukkan kampung yang masih lama. Yang masih kumuh. Yang belum digusur. Yang saya akan bisa melihat tingkat kemiskinannya.

Di semua kota besar pasti punya kampung yang seperti itu. Pikir saya. Di Beijing sekali pun. Semula saya sulit menjelaskan pada Omar. Tentang kampung kumuh yang saya maksudkan. Ia tampak bingung. Seperti tidak paham bahasa Inggris saya.

Lalu saya ketik kata slum. Omar memasukkannya ke kamus Google. Asumsi saya: setiap kota pasti memiliki kawasan slum. Daerah kumuh. Daerah miskin. Dengan perumahan gembelnya. Di Amerika Serikat pun ada yang seperti itu. Meski tingkat kegembelannya berbeda.

Omar pun akhirnya paham. “Kita ke sana besok,” katanya. “Sekarang sudah terlalu sore. Tiba di sana sudah agak gelap. Besok saja. Biar bisa melihat dengan jelas,” tambahnya. Sore itu kami memilih makan. Saya minta dicarikan makanan khas Konya yang paling enak. Omar membawa saya ke arah pinggiran kota. Ke arah gunung.

Ia mengajak saya melewati real estate kelas atas. Yang rumah-rumahnya satu lantai. Maksimum dua lantai. “Ini kompleks palace,” katanya. Saya pun minta penjelasan apa yang ia maksud dengan palace. Yang pengertian saya adalah istana. Apakah ada istana di kawasan itu.

Ternyata orang Konya berbeda. Rumah-rumah satu atau dua lantai seperti itu disebut palace. Rumahnya orang kaya. Padahal kalau saya perhatikan biasa saja. Perumahan seperti itu banyak di Indonesia. Rumahnya dua lantai. Tanahnya sekitar 400 meter persegi.

Di Jakarta perumahan seperti itu masih dianggap kelas menengah. Belum bisa disebut palace. Di Indonesia jauh lebih banyak rumah yang justru bisa dikategorikan palace yang sebenarnya.

Kesimpulan saya: golongan yang terkaya di kota ini tidak seberapa kaya. Saya pun tiba di restoran besar. Di atas gunung. Yang dari dalamnya bisa melihat seluruh kota Konya. Saya minta dipesankan masakan yang saya maksud: khas Konya.

Saya puas. Makanan itu enak sekali. Omar menjelaskan nama makanan itu. Juga cara membuatnya. Istrinya bisa memasaknya. Hanya kualitas bahannya lebih murah. Saya selalu lupa nama masakan itu. Baru setelah ke Kota Bursa saya ingat. Kota yang terletak antara Izmir dan Istanbul itu. Nama menu itu: Iskender.

Yakni setelah saya makan di restoran asli Iskender. Dari restoran kuno inilah asal-usul menu Iskender. Dari pemilik restoran itu. Yang diciptakannya tahun 1867. Tapi yang di Konya rasanya lebih enak. Menurut perasaan saya. Mungkin resepnya sudah dipermodern. Mungkin juga karena sudah lebih lapar.

Keesokan harinya saya lega. Sudah tidak turun salju. Udara masih minus 4 derajat. Tapi langit terang. Matahari melotot. Seperti lagi menghardik sisa-sisa salju yang ada. Yang masih melapisi pinggir-pinggir jalan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X