Mulai Investigasi Pelaku Illegal Fishing

- Senin, 21 Januari 2019 | 11:06 WIB

Memancing jadi perwujudan hobi banyak kalangan. Sebagian menjadikannya mata pencarian. Sayang, di antaranya ada oknum nakal yang menggunakan cara instan. Cara yang berdampak negatif kepada lingkungan.

MERACUN air untuk mendapat banyak ikan tergolong illegal fishing. Pelaku illegal fishing dapat diberikan sanksi pidana.

Kepala Bidang (Kabid) Produksi Perikanan Dinas Perikanan Samarinda Jonatan menjelaskan, illegal fishing tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) 37/2017 tentang Standar Operasional Prosedur Penegakan Hukum Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal.

Meracun air untuk menangguk banyak ikan awamnya dilakukan oknum per individu. Pencegahan pun sudah mereka upayakan lewat pembinaan. “Kami selalu sampaikan aturan larangan aktivitas illegal fishing,” ujarnya.

Dia mengaku terkejut dengan adanya aktivitas itu. Pasalnya, di Samarinda, aktivitas itu sudah lama sekali tak terdengar. “Apalagi yang diracun adalah perairan Sungai Mahakam. Itu luas sekali. Hanya orang bodoh, karena tidak akan efektif. Tapi, kalau banyak yang meracun dan masif. Berbahaya bagi kelangsungan sungai,” kata dia.

Dia menegaskan, Diskan tengah menginvestigasi motif perbuatan tersebut. Mengantisipasi motif selain urusan menangkap ikan. “Ini sedang kami telusuri. Kan sudah lama Sungai Mahakam bersih dari aktivitas itu (meracun),” ungkapnya.

Dahulu, aktivitas tersebut sering didapati di perairan Sungai Karang Mumus (SKM) wilayah Benanga hingga Pampang. Warga sekitar menggunakan getah kayu untuk membuat ikan mabuk dan muncul ke permukaan. “Saya tidak ingat, kayu apa,” sebut dia.

Hanya, kini, tanpa racun pun, nasib biota air di SKM sudah terancam. Sungai tercemar oleh limbah rumah tangga hingga industri yang berdiri di tepi anak Sungai Mahakam itu. Jonatan mengatakan, tidak banyak jenis ikan yang tersisa di SKM. Tinggal ikan berkemampuan adaptasi tinggi. “Seperti ikan, cicak, dan baung. SKM harus menjadi perhatian bersama,” imbuhnya.

Pihaknya tengah intens mengawasi keberlangsungan ekosistem air di rawa dan anak sungai. Papan peringatan larangan illegal fishing pun telah disebar di beberapa titik. “Karena yang paling berbahaya jika dilakukan di anak sungai. Apalagi yang jadi sumber air minum. Bisa berdampak hingga kesehatan manusia,” beber Jonatan.

Terlalu sering meracun sungai bisa mengganggu keragaman hayati. “Kalau tindakannya masif dan di perairan yang luasannya terbatas, berbahaya juga,” pungkasnya.

Pandangan lain datang dari Muchlis Efendi, pengamat sumber daya perairan. Menurut dia, sekecil apapun kadar yang digunakan, pasti akan berdampak. “SKM itu bermuara ke Sungai Mahakam. Berdosis kecil sekalipun tetap memberi dampak ke ekosistem sungai.

Biota yang terdampak tak hanya yang bernilai ekonomis seperti ikan atau udang galah. Berdampak pula pada organisme mikroskopik seperti plankton. Dampak ke organisme renik itu yang perlu diperhatikan. Sebab, menurut Muchlis, merekalah yang mengatur proses pengikatan kadar oksigen dalam air. “Termasuk bekal makanan kehidupan biota air. Kalau ikan atau biota sungai lain memakan plankton yang membawa racun, jelas akhirnya tak bisa dimakan akhirnya karena bisa berbahaya bagi manusia,” ulas dosen Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unmul itu.

Jika benar adanya penggunaan racun itu, warga bisa melaporkan hal itu ke pihak berwajib, mengingat sudah cukup syarat untuk masuk kategori illegal fishing. “Memang kewenangan dan tanggung jawab untuk ekosistem sungai berada di Dinas Perikanan dan Kelautan. Tapi penindakan tetap di aparat hukum. Kalau menemui seperti itu (penggunaan racun) bisa dilaporkan,” tutupnya.

Seperti diwartakan sebelumnya oleh Samarinda Pos (Kaltim Post Group), ditemukan aktivitas ilegal meracun air untuk mendapat banyak ikan. Aktivitas itu terlihat di beberapa titik tepi Sungai Mahakam hingga SKM.

Imbas aktivitas tersebut, ekosistem air terancam. Termasuk biota dilindungi seperti pesut mahakam (Oracaella brevirostris). Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia (RASI) mencatat, sejak 1995–2018, 100 pesut mati. Rata-rata 4 pesut mati tiap tahunnya. Bahkan, pada 2018, terdapat 10 pesut tewas.

Halaman:

Editor: octa-Octa

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X