Membuat Amplang di Papua

- Minggu, 20 Januari 2019 | 10:30 WIB

HINGGA kini, Taufik Rahmani masih aktif mengikuti berbagai kegiatan kewirausahaan seperti seminar dan pelatihan. Bekerja sama dengan dinas terkait dan terlibat sebagai konsultan produksi. Dari situ, dia kerap diundang sebagai narasumber berbagai seminar. Berbagi ilmu dengan para pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Sering mengisi berbagai kegiatan wirausaha di Indonesia, Taufik pun sdah pernah menginjakkan kakinya di tanah Papua. Mengisi seminar dan pelatihan membuat amplang pada November 2018 lalu. Tak disangka, peminatnya cukup banyak. Sekitar 90 UMKM terlibat. Meski bentuk produk amplangnya sama, Taufik menekankan jika untuk di Papua, namanya bukan amplang melainkan gutatos ikan tenggiri.

Dia mengaku membuat amplang secara autodidak. Namun, untuk sistem produksi, Taufik memiliki cara-cara tersendiri sehingga berbeda. Dia menggunakan alat-alat dan mesin yang lebih memudahkan dari segi waktu, biaya, dan tenaga.

Bicara motivasi, hal itu datang ketika Taufik berhasil mengikuti Tenaga Kerja Muda Profesional (TKMP) yang diadakan oleh Departemen Tenaga Kerja (Depnaker) pada 1997. Saat itu, Indonesia masih terdiri dari 27 provinsi. Taufik menjadi perwakilan dari Kalimantan Timur. Walau tak meraih gelar juara, dia lolos hingga lima besar dan tak berkecil hati. Banyak pengalaman yang diraihnya ketika mengikuti kegiatan tersebut. Saling berbagi dengan penggiat UMKM lain. Dari situ, dia bisa melihat bagaimana potensi usaha orang bisa maju, bagaimana cara pemasaran, dan cara mengatur kemasan.

Memiliki usaha sejak 27 tahun lalu, pengalaman tak biasa terkait komplain dirasakannya. Ada dua kejadian yang diingat, yakni komplain dari seseorang yang alergi setelah memakan amplang yang bukan buatannya. Taufik kebingungan saat itu.

“Dia itu beli amplang milik orang lain, tapi dikemasnya di dalam kardus saya. Jadi dia menghubungi saya karena ada alamat lengkap di dus itu. Saya bilang, kalau memang benar itu produk saya, ya saya siap bertanggung jawab. Ternyata pas dilihat fotonya, ternyata bukan amplang saya. Padahal, sebelumnya dia sudah mau menuntut tapi akhirnya minta maaf juga,” ungkap pria kelahiran Samarinda tersebut.

Hal lainnya adalah ketika produk kerupuk ikannya disangka menggunakan pewarna pakaian oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM). Taufik tak mengerti dari mana informasi itu mulai mencuat sampai tersebar di media. Akhirnya, dia komplain dan mereka juga meminta maaf.

Tak hanya fokus menjual produk amplang dan lainnya, dia kerap membuka kelas belajar membuat amplang di rumahnya. Kelas tersebut ada yang berbayar dan gratis. Sudah banyak orang yang datang untuk belajar termasuk dari luar Samarinda seperti Bontang. Ada peserta dari Bontang yang setelah tiga hari mengikuti pelatihan, langsung memproduksi amplang dan menjualnya. Diajarkan dari dasar, para peserta juga mengembangkan produknya sendiri seperti amplang rumput laut dan amplang cumi.

Berbicara strategi, Taufik melebarkan sayapnya ke ranah online. Selain itu, dia sudah bekerja sama dengan beberapa ekspedisi untuk mengirimkan produk ke rumah konsumen. Menurutnya, sistem penjualan harus dikembangkan karena zaman sekarang semua orang ingin serba praktis. Seperti halnya jika konsumen ingin membeli di toko, mereka bisa menggunakan kartu debit sebagai alat pembayaran selain tunai.

Sering mengisi seminar kewirausahaan, Taufik juga beberapa kali menjadi pembicara di depan mahasiswa, salah satunya di Universitas Mulawarman. Tujuannya memang ingin menumbuhkan semangat kewirausahaan.

“Jangan sampai mahasiswa itu mentalnya hanya ingin jadi pegawai tapi harus jadi pengusaha. Saya dari dulu memang enggak mau disuruh orang. Sekecil apapun usaha kita, yang penting kita adalah bosnya,” tandas ayah beranak tiga itu. (*/ysm*/rdm2)

 

Editor: octa-Octa

Rekomendasi

Terkini

Puasa Pertama Tanpa Virgion

Minggu, 17 Maret 2024 | 20:29 WIB

Badarawuhi Bakal Melanglang Buana ke Amerika

Sabtu, 16 Maret 2024 | 12:02 WIB
X