Wajib Belajar dari Kegagalan

- Minggu, 20 Januari 2019 | 10:28 WIB

Sejak 1992 hingga kini, usaha amplang Taufik Rahmani semakin eksis. Tak lepas dari inovasi dan strategi. Menjajakan kudapan khas Kalimantan Timur itu hingga ke Papua. Untung yang diraih tidak main-main. Dalam setahun Taufik bisa mengantongi Rp 4 miliar.

DITEMUI di Jalan Kapas Samarinda, beberapa karyawan tengah sibuk membuat adonan amplang di dapur sederhana. Di pabrik poduksi rumahan. Tak lama, sang pemilik, Taufik menyambut ramah. Mempersilakan duduk di ruang kerja yang letaknya tak terlalu jauh dari pabrik. Di ruang kerjanya itu, dijumpai berbagai sertifikat mengenai kegiatan wirausaha yang tersusun rapi di dinding. Membuktikan pengalamannya yang berkaitan dengan dunia usaha. Awal mula kisahnya mendirikan usaha amplang pun mengalir.

Awal berbisnis, Taufik tak langsung menjual amplang melainkan kerupuk ikan. Saat itu, dia berjualan dari satu toko ke toko karena belum punya toko sendiri. Lambat laun, pada 1992 dia berpikiran mengolah amplang. Hingga kini, dia memproduksi berbagai kudapan lain seperti abon kepiting, tuna, gabus, hingga lempok durian. Saat itu, dia juga masih menjual kembali produk orang lain. Taufik akhirnya berpikir untuk produksi mandiri.

“Dari dulu saya selalu punya prinsip jika tidak ingin disuruh orang. Saat zaman 1992-1993 kan pola pikir orang-orang masih ingin jadi pegawai negeri atau swasta, tapi saya enggak mau dan memilih mendirikan usaha,” ungkap Taufik.

Taufik memilih usaha amplang karena oleh-oleh khas Kaltim. Apalagi makanan dicari karena rasanya enak dan berkualitas baik. Dia juga merupakan pendiri Kampung Amplang. Awal mendirikan, modal yang dikeluarkan sebesar Rp 7 juta. Saat itu, dia mengaku jika pengusaha amplang memang belum terlalu banyak. Dia juga menemukan beberapa orang yang memandang sebelah mata dirinya.

Namun, hal itu justru menjadi cambuk semangat untuk lebih baik lagi. Mulai dari situ, Taufik memikirkan hingga detail kemasan menarik dan mempelajari secara khusus. Menurutnya, hal itu sangat berpengaruh terhadap minat orang.

Jiwa pengusaha memang sudah tumbuh sejak kecil dalam diri. Lahir dari keluarga yang memang berdagang, membuatnya sudah hobi berjualan sejak bangku sekolah dasar. Dari kelas 3 hingga 6, Taufik berjualan kue keliling. Selepas itu, dia juga pernah bekerja sebagai penjaga toko amplang milik orang lain. Menerima jasa pemasangan parabola pun pernah dilalui Taufik.

“Dari situ, saya jadi berpikir kalau kerja dengan orang gajinya kecil dan enggak sesuai. Akhirnya, kerjaan itu jadi kayak tidak dihargai dan saya berkeinginan untuk punya usaha sendiri. Saya juga pernah jualan daging rusa dari 1992-1999, tapi berhenti karena sudah ada larangannya,” paparnya saat ditemui awal pekan lalu.

Meski usahanya masih eksis hingga saat ini, dia juga pernah berada di posisi bawah. Saat memproduksi banyak, namun yang laku hanya 20 bungkus atau rusak. Mengakui jika suka dan duka memang akan selalu ada, hal itu dijadikan tantangan untuk mengasah mental agar selalu berusaha.

“Salah satu kerugian paling besar itu ya misalkan saat sedang membuat produk, tapi hasilnya bantet dan enggak bagus. Pasti tidak dijual, kerugian itu bisa mencapai Rp 10 juta,” lanjut pria 47 tahun itu.

Usaha tak mengkhianati hasil. Dalam setahun, pendapatan Taufik sekitar Rp 4 miliar. Bekerja sama dengan salah satu e-commerce populer juga menunjang usahanya mengirimkan produk ke luar Kalimantan seperti Surabaya, Jogjakarta, Makassar, dan kota lainnya melalui online.

Satu hal yang perlu diingat, mental pengusaha belajar dari kegagalan. “Belajar dari kegagalan membuat saya tahu apa yang membuat amplang saya enggak laku, mengapa kemasannya kurang menarik, hingga bentuk produk yang kurang bagus. Dari situ saya mulai memperbaikinya pelan-pelan,” pungkas Taufik. (*/ysm*/rdm2)

Editor: octa-Octa

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X