Berbagai keluhan masyarakat menjadi perhatian khusus anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Utara (Kaltara). Tak hanya di bidang infrastruktur, tapi juga kelautan dan perikanan.
----------------------------
Anggota Komisi I DPRD Kaltara Muhammad Iskandar menyinggung soal penggunaan pukat trawl usai Rapat Paripurna ke-30 Masa Persidangan III Tahun 2018 di Kantor DPRD Kaltara, Tanjung Selor, Senin (31/12).
“Saat ini nelayan lokal yang mayoritas mencari hasil laut dan sungai dengan cara memancing, pasang bubu, dan pukat, sudah kebingungan mencari tempat melaut. Karena tempat biasa mereka melaut sudah rusak akibat aktivitas nelayan yang menggunakan pukat trawl,” ujar Iskandar.
Menyikapi hal ini, dia meminta ada sikap tegas Pemprov Kaltara melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk menyikapi persoalan ini. Sebab, nelayan yang menggunakan pukat trawl ini sudah menjamah hingga anak sungai yang dimanfaatkan nelayan lokal untuk memancing.
Bahkan, tempat main ikan yang sengaja dibuat oleh nelayan lokal di titik-titik tertentu sudah rusak akibat tertarik pukat trawl. “Tolong perhatian pemerintah, jangan sampai setelah ada masalah, baru bersikap. Kan alangkah baiknya diantisipasi sejak awal,” tegasnya.
Intinya, dia meminta ada perhatian dari pemerintah terhadap para nelayan lokal, khususnya di Antutan, Buluh Perindu, Tanjung Rumbia, Tanjung Palas Hilir, dan Salimbatu. Sebab, saat ini para nelayan lokal ini berpendapat untuk apa ada Kaltara jika tidak bisa memperhatikan masyarakat, khususnya nelayan lokal.
Menyikapi hal itu, Kepala DKP Kaltara Amir Bakrie mengatakan, untuk persoalan ini sudah ditangani. Sejauh ini tim DKP secara rutin melakukan pemantauan di lapangan dan akan melakukan penindakan terhadap nelayan yang melanggar.
“Sekarang sudah tidak ada lagi nelayan yang menggunakan pukat trawl masuk hingga sungai-sungai. Jika ada ditemukan akan ditindak tegas oleh tim yang melakukan monitoring secara rutin di lapangan,” kata Amir.
Termasuk juga secara rutin pihaknya telah melakukan imbauan kepada para nelayan yang menggunakan pukat trawl itu untuk tidak masuk hingga ke sungai. Namun, untuk melarang penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan itu, pihaknya belum bisa, karena hingga kini solusi untuk penggantian alat tangkap nelayan itu juga belum ada dari pemerintah pusat, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Kalau berharap dengan APBD untuk melakukan penggantian alat tangkap itu tentu tidak bisa. Karena jumlahnya tidak sedikit, bisa diperkirakan berapa kira-kira anggaran yang dibutuhkan untuk itu,” jelasnya.
Pastinya, dia mengimbau kepada para nelayan yang masih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan itu dapat menyesuaikan dengan kondisi daerah supaya tidak merusak ekosistem laut di wilayah provinsi termuda Indonesia ini. (iwk/eza/kpnn/dwi/k16)