Siapa sangka, kombinasi buah naga, bunga sepatu, dan daun sambiloto, ternyata dapat menghasilkan listrik.
EMPAT mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan (ITK) yang tergabung dalam kelompok Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian Eksakta (PKM-PE) berusaha membuat sel surya yang murah dan sederhana berbasis dye sensitized solar cell (DSSC). Dan mereka berhasil.
Sel surya merupakan alat yang berfungsi mengubah tenaga matahari menjadi energi listrik. Jika umumnya sel surya produksi industri terdiri dari bahan-bahan konduktif yang mahal harganya, penelitian mahasiswa ini mencoba mencari substitusi bahan tersebut. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan listrik dari sel surya dengan harga terjangkau.
Mereka adalah Asful Hariyadi, Muhammad Aby Swasono, Anniza Cornelia A dari program studi Teknik Kimia dan Destiana Dwi N A dari program studi Teknik Elektro, jurusan Teknologi Industri dan Proses.
Pada pengembangannya, penggunaan sel surya masih belum maksimal dikarenakan biaya pembuatannya memerlukan material berbahan kristal yang mahal. DSSC merupakan sel surya yang menggunakan pigmen tumbuhan sebagai pengganti material silikon untuk menangkap energi matahari.
Tim PKM-PE ini mencoba mengombinasikan pigmen organik dari tumbuhan buah naga, bunga sepatu, dan daun sambiloto untuk dirakit menjadi DSSC. Ketiga bahan alami tersebut dipilih karena mudah didapat, murah, dan melimpah di Balikpapan.
“Ide yang sangat kreatif. Saya tidak menyangka mereka mampu menemukan suatu metode yang baru dan sederhana untuk mengembangkan potensi sel surya jenis ini,” kata Farisa Rizki, dosen Teknik Kimia ITK.
Ketua Tim PKM-PE Asful menyebut pembuatan DSSC ini sangat sederhana, yakni melalui tiga tahap. Tahap pertama adalah pembuatan pasta dengan mencampurkan 0,5 gram bubuk zinc oxide (ZnO) dengan campuran pigmen tumbuhan. Selanjutnya, pasta tersebut dioleskan ke permukaan kaca konduktif berukuran 1x1,5 sentimeter, lalu dikeringkan dengan hair dryer selama 10 menit.
Tahap kedua adalah pelapisan karbon di atas kaca konduktif dengan api lilin. Tahap terakhir, yaitu menambahkan satu tetes larutan iodin ke permukaan kaca terlapisi karbon, lalu kedua kaca disatukan dengan penjepit kertas. “Sangat sederhana kan?” ujarnya.
Sel surya yang sudah jadi kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Lalu tumpukan kaca tersebut akan menghasilkan energi listrik.
“Kami mencoba membuat sel surya yang murah meriah. Harga untuk setiap ukuran kaca konduktif 1x1,5 cm adalah Rp 6.000. Sedangkan ZnO yang dibutuhkan kaca seukuran tersebut hanya sekitar 0,5 gram, dengan harga Rp 300. Harga ZnO per kilogramnya adalah Rp 600 ribu,” kata Asful Hariyadi.
Anggota kelompok lainnya, Muhammad Aby Swasono, mengatakan satu buah naga seharga Rp 5 ribu dapat diekstrak dengan 500 mililiter (ml) alkohol seharga Rp 25 ribu. Pada pembuatan DSSC, hanya diperlukan dua tetes (0,1 ml) dari 500 ml larutan pigmen yang telah dibuat. Sehingga biaya yang diperlukan hanya Rp 3 ribu.
“Bunga sepatu dan daun sambiloto dapat diperoleh secara gratis. Jadi, hanya dengan Rp 9.300 maka sel surya sudah dapat diciptakan. Bayangkan jika dibuat untuk skala besar tentu sangat ekonomis sekali,” ujar Aby.
Aby menjelaskan, buah naga dan bunga sepatu memiliki pigmen antosianin sedangkan daun sambiloto memiliki pigmen klorofil. Dari kombinasi ketiga pigmen tersebut diperoleh efisiensi sebesar 1,165 persen dengan komposisi daun sambiloto yang lebih dominan. Hal ini mengalahkan beberapa peneliti sebelumnya yang menggunakan buah naga, bunga sepatu, dan daun sambiloto sebagai pewarna tunggal dengan efisiensi di bawah 1 persen.
Dosen pembimbing tim PKM-PE Yun Tonce mengatakan, ITK mendorong semua mahasiswa untuk melakukan penelitian yang aplikatif dan berguna bagi masyarakat. “Mahasiswa harus memiliki pola pikir kreatif bukan cenderung konsumtif. Jangan hanya membeli teknologi dari luar negeri namun kita harus berusaha menciptakannya sendiri,” kata dosen Teknik Elektro ini. (rsh/fir/k15)